Repelita Bandung - Pemerhati politik dan kebangsaan, M Rizal Fadillah, menyampaikan pandangannya yang menyoroti kondisi terbaru Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, yang menurutnya kini sedang berada dalam tekanan berat, baik secara fisik maupun psikis, setelah tidak lagi menjabat sebagai kepala negara.
Dalam keterangan yang diterima redaksi, Rizal menyebut bahwa tekanan yang dialami Jokowi terutama berasal dari dua isu besar yang kini ramai diperbincangkan publik, yaitu desakan pemakzulan terhadap Gibran Rakabuming Raka yang merupakan putra sulung Jokowi, serta tuduhan penggunaan ijazah palsu dari Universitas Gadjah Mada.
Kegelisahan Jokowi atas dua perkara tersebut, menurut Rizal, telah mencapai titik yang memunculkan kekhawatiran mendalam, hingga pada akhirnya muncul tudingan dari pihak Istana bahwa ada peran ‘orang besar’ di balik menguatnya kedua isu tersebut di tengah masyarakat.
Rizal menyinggung kembali pernyataan Jokowi saat ditanya media tentang siapa sosok ‘orang besar’ yang disebut-sebut berada di belakang isu-isu tersebut.
Kala itu, Jokowi hanya menjawab singkat, “semua sudah tahu.”
Pernyataan tersebut memicu tafsir liar di publik dan diikuti oleh aksi para pendukung Jokowi yang mengisyaratkan arah tudingan kepada Partai Demokrat melalui simbolisasi warna biru yang dikenakan.
Hal tersebut, kata Rizal, membuat Partai Demokrat merasa difitnah dan akhirnya bereaksi keras.
Rizal menilai bahwa respons cepat Jokowi yang kemudian memberikan klarifikasi dengan menyatakan bahwa dirinya tidak menuduh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan bahkan menyebut SBY sebagai sosok negarawan yang baik, merupakan bentuk kepiawaian Jokowi dalam menghindar dari tekanan langsung.
Ia menyebut sikap mengelak tersebut sebagai bentuk keterampilan ‘ngeles’ yang telah menjadi ciri khas Jokowi.
Rizal menilai posisi politik Jokowi kini berada dalam posisi sulit.
Menurutnya, setidaknya sudah ada dua partai besar yang tidak lagi bersedia berada di barisan Jokowi, yaitu PDI Perjuangan dan Partai Demokrat.
Sementara partai-partai lainnya yang sebelumnya berada dalam lingkaran kekuasaan Jokowi juga berpotensi melepaskan diri, seperti PKS yang sejak awal berada di luar pemerintahan, serta kemungkinan NasDem dan PKB yang juga akan menjauh.
Jika itu terjadi, Rizal memperkirakan Jokowi hanya akan memiliki sandaran pada partai-partai yang disebutnya sebagai “partai gajah bona” dan “wercok”, menyindir bahwa pilihan politik Jokowi akan semakin menyempit di tengah sikap pragmatis partai-partai dalam menyikapi situasi politik nasional.
Rizal juga menyebut bahwa ada “orang besar” yang menjadi benang merah dari dua isu besar yang menjerat Jokowi, yakni pemakzulan Gibran dan dugaan ijazah palsu.
Ketakutan Jokowi, menurutnya, semakin nyata ketika muncul dorongan dari 100 jenderal purnawirawan untuk memakzulkan putra mahkota.
Hal ini, ucap Rizal, merupakan ancaman besar terhadap dinasti kekuasaan yang selama ini dibangun oleh Jokowi.
Ia bahkan memperkirakan bahwa struktur kekuasaan yang dibangun Jokowi melalui Gibran akan runtuh dan membawa efek domino terhadap seluruh lingkaran politik yang dikenal sebagai “geng Solo”.
Rizal menyebut geng itu akan bermetamorfosa menjadi kelompok yang ia ibaratkan sebagai “geng animasi the bad guys”.
Dalam perkembangan terbaru, Rizal juga menyoroti kemunculan Tim Advokasi Anti Kriminalisasi Akademisi dan Aktivis yang melayangkan somasi kepada Jokowi.
Somasi tersebut berisi permintaan agar Jokowi mencabut pernyataannya tentang keberadaan ‘orang besar’ di balik isu ijazah palsu, dan meminta maaf secara terbuka.
Selain itu, somasi juga menyoroti pernyataan Jokowi yang menyebut bahwa dirinya tidak pernah melaporkan nama-nama ke Polda Metro Jaya, melainkan hanya melaporkan peristiwa.
Rizal menilai sikap ini aneh, karena dalam kasus delik fitnah dan pencemaran nama baik, seharusnya pelaporan harus jelas menyasar individu atau subjek hukum tertentu.
Kebingungan Jokowi dalam menjelaskan posisinya, lanjut Rizal, menunjukkan bahwa ketakutan kini telah menyelimuti dirinya.
Rizal menggambarkan Jokowi seperti seseorang yang berjalan terhuyung dengan wajah pucat akibat tekanan yang terus membesar.
Ia memperingatkan bahwa pernyataan bernada fitnah dan bohong dari seorang mantan presiden bisa berakibat serius secara hukum.
Jika somasi dari tim advokasi tersebut tidak ditanggapi, maka langkah hukum akan diambil, baik dalam bentuk gugatan perdata maupun laporan pidana atas dugaan pencemaran nama baik dan fitnah.
Menurut Rizal, proses pembuktian terhadap perbuatan tersebut tidak akan sulit, dan ia memperkirakan Jokowi bisa saja berada dalam posisi sebagai tergugat maupun terdakwa di ruang sidang.
Rizal bahkan menggambarkan bahwa Jokowi bisa duduk gelisah di hadapan Majelis Hakim saat proses hukum berjalan.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa situasi Jokowi kini semakin rumit dan belum menyentuh seluruh lapisan persoalan, sebab dugaan ijazah palsu sendiri, kata Rizal, telah melahirkan tiga konsekuensi hukum serius.
Pertama, adanya gugatan perdata atas perbuatan melawan hukum yang akan menyedot perhatian publik.
Kedua, proses uji forensik terhadap ijazah SMA dan ijazah sarjana Jokowi yang sudah berada dalam penyitaan penyidik Polda Metro Jaya.
Ketiga, adanya potensi pelaporan pidana terkait delik pencemaran nama baik dan fitnah kepada publik.
Rizal menutup pernyataannya dengan mengingatkan bahwa kebohongan mungkin terasa nikmat sesaat, namun akan menjadi penyesalan yang mendalam di kemudian hari.
Ia menyebut bahwa kini Jokowi tengah menikmati kebohongannya, namun tidak lama lagi akan datang giliran hakim yang akan memvonis kebenaran dari kebohongan tersebut.
“Jokowi benar-benar dalam bahaya. Bahaya.”(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

