
Repelita Karawang - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Karawang, Endang Sodikin, mendorong pemerintah untuk membeli Rumah Djaw Kie Song yang berada di Dusun Bojong, Kecamatan Rengasdengklok, Kabupaten Karawang, agar dijadikan aset negara.
Rumah tersebut memiliki nilai sejarah yang penting karena pernah menjadi lokasi pengasingan Ir Soekarno dan Mohammad Hatta menjelang proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 16 Agustus 1945.
"Kami harapkan begitu, terlebih bapak Ketua MPR Ahmad Muzani berkujung ke lokasi dan ingin sampaikan ke Presiden Prabowo," ujar Endang Sodikin kepada awak media pada Senin (18/8/2025).
Saat ini, rumah bersejarah tersebut masih dirawat oleh keturunan Djaw Kie Song, sehingga perhatian dari pemerintah dianggap sangat diperlukan agar nilai sejarahnya tidak hilang.
Sekitar tahun 2010, ketika Pemkab Karawang ingin membeli rumah tersebut, ahli waris mematok harga sebesar Rp2 miliar.
Namun, pemerintah saat itu hanya sanggup membayar Rp700 juta sesuai Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) setempat, dan pada 2025 ini, ahli waris menjualnya dengan harga Rp8 miliar.
"Saya juga sudah 11 tahun sebagai wakil rakyat, kita banyak mendengar masukan dan informasi. Kemarin atas kunjungan MPR menginisiasi bagaimana Rumah Djaw Kie Song ini diakuisisi oleh negara. Kami sepakat kalau memang agendanya dianggarkan secara kolaboratif, kami tidak keberatan," kata Endang.
Endang menambahkan, rumah tersebut menjadi saksi bisu detik-detik kemerdekaan Indonesia, bahkan bendera merah putih pertama kali dikibarkan pada 16 Agustus di Rengasdengklok.
Ia mengulas bahwa saat itu kaum pemuda menculik Bung Karno dan Bung Hatta untuk mendesak agar kemerdekaan segera diproklamasikan.
Di rumah tersebut, Bung Karno dan Bung Hatta diinapkan, dan naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia pun ditulis dan dipersiapkan di sana.
"Sehingga tentu harapannya rumah tersebut oleh Presiden agar dijadikan aset negara. Sebagai Ketua Dewan saya sendiri sepakat terhadap agenda pembelian rumah tersebut," ujarnya.
Pada 6 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta "diculik" oleh golongan pemuda ke Rengasdengklok, Kabupaten Karawang, yang antara lain terdiri dari Soekarni, Wikana, Aidit, dan Chaerul Saleh.
Golongan pemuda ingin menjauhkan Soekarno-Hatta dari pengaruh Jepang dan memanfaatkan momentum kekalahan Jepang pada Perang Dunia II agar kemerdekaan segera diproklamasikan.
Peristiwa "penculikan" itu berlangsung pada Kamis, 16 Agustus 1945 dini hari, ketika keduanya dibawa ke kediaman Djiauw Kie Siong di Dusun Bojong, Rengasdengklok, Kabupaten Karawang.
Istri dari cucu Djiauw Kie Siong, Ibu Yanto (74), menceritakan bahwa Soekarno dan Hatta berangkat dari Jakarta saat subuh dan tiba di Karawang menjelang sore hari.
"Soekarno dan Hatta itu kan diculik sama golongan muda, PETA (Pembela Tanah Air). Dari Jakarta itu tanggal 15 subuh, sampai di sini (Karawang) itu sore, terus mereka menginap satu malam," kata Ibu Yanto saat ditemui di rumah Djiauw Kie Siong.
Di rumah yang kini menjadi situs cagar budaya itu, Soekarno turut membawa putranya, Guntur Soekarnoputra, serta Ibu Fatmawati, sedangkan Hatta datang seorang diri.
"Mungkin Bapak Soekarno itu rapat segala macam, bikin konsep untuk kemerdekaan. Lalu, tanggal 16 Agustus 1945 malam, sebelum Pak Soekarno-Hatta kembali ke Jakarta, bendera Merah Putih sudah banyak berkibar secara simbolis," lanjut Yanto.
Sore hari di Rengasdengklok, kedua tokoh nasional itu dijemput oleh Jusuf Kunto dan Achmad Soebarjo untuk kembali ke Jakarta.
"Mereka itu dijemput sama Pak Soebarjo dan pak Jusuf Kunto, diminta buat kembali ke Jakarta," tutur Yanto.
Mereka tiba kembali di Jakarta pada 17 Agustus subuh, dan naskah Proklamasi sudah diketik oleh Sayuti Melik.

Esok harinya, tepat pukul 10.00 WIB, Indonesia menyatakan kemerdekaannya dari penjajahan, dan Soekarno didampingi Hatta membacakan teks proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Jakarta Pusat.
Meski naskah proklamasi dibacakan di Jakarta, rumah Djiaw Kie Siong di Rengasdengklok tetap menjadi bagian penting dari sejarah Indonesia.
Rumah tersebut menjadi saksi kontribusi etnis Tionghoa dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, menunjukkan peran penting mereka dalam sejarah bangsa.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

