Repelita Jakarta - Polemik dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo yang disebut-sebut dicetak di Pasar Pramuka terus mengundang sorotan.
Analis komunikasi politik Hendri Satrio menilai Universitas Gadjah Mada sebagai institusi penerbit ijazah justru semakin kehilangan kredibilitas akibat sikap diamnya.
Hendri yang akrab disapa Hensa menilai UGM seharusnya segera memberikan klarifikasi terbuka atas tuduhan yang makin liar.
Menurutnya, UGM tidak bisa membiarkan nama baiknya tercemar hanya karena enggan menjawab isu sensitif ini.
“Kalau disebut ijazah Presiden dicetak di Pasar Pramuka, dan UGM diam saja, itu justru memperkuat dugaan publik,” kata Hensa pada Jumat 27 Juni 2025.
Ia menyebut diamnya pihak kampus justru berbahaya karena memperbesar kemungkinan delegitimasi publik terhadap dunia akademik.
Ia menyarankan UGM tampil bersama Presiden Jokowi untuk memberikan penjelasan terbuka yang objektif dan bisa diverifikasi.
Bagi Hensa, penyelesaian polemik ini tidak bisa hanya diserahkan kepada satu pihak.
Keduanya harus hadir bersama dan memberikan klarifikasi secara langsung, bukan sekadar rilis media atau bantahan sepihak.
Menurutnya, hanya dengan itu spekulasi dan rumor bisa dihentikan.
Hensa menyebut, narasi bahwa ijazah Jokowi berasal dari kios Pasar Pramuka menguat karena ditemukan adanya inkonsistensi informasi.
Kios yang semula diklaim tutup tahun 2002, ternyata disebut masih beroperasi hingga 2017.
Hal tersebut dinilainya sebagai sinyal bahwa penyelidikan perlu dilakukan secara transparan.
Selain kampus, Hensa juga menyoroti para alumni UGM yang disebut enggan bersuara dalam isu ini.
Ia menyebut sikap bungkam alumni justru memperburuk kesan bahwa ada upaya pembiaran atau ketertutupan.
“Kalau alumni saja diam, jangan salahkan publik kalau menganggap UGM memang terlibat dalam skandal ijazah ini,” ujar Hensa.
Ia mengatakan alumni UGM memiliki tanggung jawab moral untuk melindungi integritas kampus mereka.
Sebagai orang yang paham sistem akademik UGM, mereka semestinya bisa meluruskan jika memang tidak ada kecurangan.
Namun bila mereka ikut diam, maka ruang publik akan dipenuhi narasi liar dan tidak terkontrol.
Hensa mengingatkan bahwa efek dari isu ini tidak hanya akan mencoreng Jokowi sebagai individu, tapi bisa mengguncang kepercayaan terhadap sistem pendidikan nasional secara keseluruhan.
Ia menyebut UGM bisa kehilangan legitimasi jika tidak segera mengambil tindakan.
“Kalau UGM terus ambigu dan tak memberikan klarifikasi, kampus ini bisa dianggap sebagai lembaga yang menerbitkan ijazah palsu,” tegasnya.
Hensa menutup dengan menyatakan bahwa dalam dunia akademik, kejujuran dan akuntabilitas adalah pondasi utama.
Jika dua hal ini tidak dijaga, maka eksistensi institusi pendidikan tinggi pun bisa ikut hancur (*).
Editor: 91224 R-ID Elok