![Ahli Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Muhammad Fatahillah Akbar (kedua kanan) memberikan keterangan dalam persidangan dengan terdakwa Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (5/6/2025). [ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/YU]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/06/09/39862-ahli-hukum-fh-ugm-muhammad-fatahillah-akbar.jpg)
Repelita Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan tanggapan atas tudingan terkait penyadapan tanpa izin Dewan Pengawas dalam penyidikan kasus dugaan suap pada pergantian antarwaktu Anggota DPR RI.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menegaskan bahwa seluruh upaya paksa yang dilakukan penyidik, termasuk penyadapan, penggeledahan, penyitaan, dan penahanan, dijalankan secara hati-hati dengan menghormati hak asasi manusia.
Budi juga menyampaikan jika pihak yang keberatan dengan proses penyidikan dapat mengajukan gugatan praperadilan.
Menurutnya, jaksa penuntut umum memiliki tugas membuktikan tindak pidana dalam persidangan dengan menghadirkan bukti yang sah.
Budi menegaskan bahwa strategi penuntut umum dalam persidangan bertujuan meyakinkan majelis hakim terkait keterlibatan terdakwa dalam tindak pidana.
Perbedaan dalam menafsirkan keterangan persidangan merupakan dinamika yang akan diakhiri dengan keputusan hakim.
Sementara itu, Ahli Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada Muhammad Fatahillah Akbar menyatakan bahwa hasil penyadapan yang dilakukan tanpa izin Dewas KPK tidak sah sebagai alat bukti.
Ia menjelaskan ketentuan ini berlaku setelah Mahkamah Agung membatalkan aturan penyadapan dalam UU Nomor 19 Tahun 2019 yang mensyaratkan izin Dewas.
Fatahillah menjelaskan bahwa jika penyadapan dilakukan sebelum pembatalan aturan tersebut, izin Dewas tetap diperlukan.
Apabila izin Dewas tidak diperoleh, alat bukti penyadapan dapat dianggap tidak sah untuk digunakan dalam persidangan.
Ia juga menegaskan penyidik harus mengikuti aturan terkait penyadapan agar alat bukti yang diperoleh memiliki kekuatan hukum.
Dalam praktiknya, penilaian akhir keabsahan alat bukti diserahkan kepada majelis hakim berdasarkan justifikasi hukum yang ada.
Fatahillah menegaskan jika tidak ada justifikasi hukum yang kuat, alat bukti tersebut tidak dapat digunakan.
Dalam perkara ini, Hasto Kristiyanto didakwa melakukan perbuatan untuk menghalangi penyidikan kasus dugaan suap PAW anggota DPR RI.
Selain itu, Hasto juga diduga memberikan suap Rp400 juta agar Harun Masiku dapat menjadi anggota DPR RI.
Tindakan Hasto diduga melanggar Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan KUHP.
(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

