Repelita Jakarta - Perkara dugaan pemalsuan ijazah yang menyeret nama mantan Presiden Joko Widodo kembali menjadi pusat perhatian publik.
Kelompok yang menamakan diri Tim Tolak Ijazah Palsu Usaha Gakpunya Malu atau TIPU UGM menggugat tiga lembaga, yakni KPU Solo, SMA 6 Solo, dan Universitas Gadjah Mada.
Gugatan perdata ini menuntut ketiganya membayar ganti rugi sebesar Rp5.853 triliun.
Jumlah tersebut diklaim sebagai representasi utang negara selama masa dua periode pemerintahan Jokowi.
Muhammad Taufiq sebagai juru bicara TIPU UGM menegaskan bahwa akar dari gugatan ini adalah dugaan bahwa ijazah Jokowi tidak sah sejak awal.
Ia menilai KPU Solo gagal dalam memverifikasi dokumen administrasi saat pencalonan Jokowi sebagai wali kota.
Menurutnya, verifikasi yang tidak tuntas membuat publik terjebak dalam sistem yang lemah sejak awal karier politik Jokowi.
SMA 6 Solo juga dianggap tidak terbuka soal dokumen penting yang seharusnya bisa menjadi bukti autentik pendidikan Jokowi.
TIPU UGM menyebut absennya transparansi dari sekolah tersebut sebagai bentuk penghalangan terhadap pengungkapan kebenaran.
Tak ketinggalan, UGM juga disorot karena belum pernah menampilkan dokumen resmi yang meyakinkan publik soal status akademik Jokowi.
TIPU UGM menyoroti tidak adanya publikasi transkrip nilai, surat kelulusan, maupun ijazah asli dari kampus tersebut.
Yang beredar selama ini hanyalah fotokopi yang tidak memiliki kejelasan legalitas.
Kerugian negara yang diklaim sebesar Rp5.853 triliun dinilai mencakup utang, proyek gagal, serta dampak dari kebijakan yang didasarkan pada legitimasi bermasalah.
Menurut TIPU UGM, seluruh kebijakan Jokowi perlu ditinjau ulang apabila terbukti ia menggunakan dokumen palsu.
Kasus ini memunculkan keprihatinan tentang lemahnya akuntabilitas lembaga pendidikan dan negara dalam mengelola dokumen pejabat publik.
Para pengamat menekankan pentingnya keterbukaan data pendidikan di era digital.
Tanpa sistem verifikasi yang kuat, kecurangan bisa terjadi di level tertinggi pemerintahan.
Sementara itu, sikap Jokowi yang belum memberikan klarifikasi terbuka terus memicu spekulasi.
Ketidakjelasan tersebut membuat kepercayaan publik makin goyah.
Jika tuduhan ini terbukti, dampaknya bukan sekadar pada nama Jokowi pribadi, tetapi juga terhadap seluruh legitimasi kebijakan yang dibuatnya selama menjabat.
Kasus ini bisa menjadi awal dari gugatan-gugatan lanjutan dari pihak yang merasa dirugikan oleh kebijakan rezim sebelumnya.
Masyarakat sipil mendesak agar UGM dan SMA 6 Solo membuka seluruh data secara terang dan lengkap.
Langkah itu dianggap penting untuk memulihkan kepercayaan publik dan menuntaskan kisruh yang telah bertahun-tahun tidak menemukan kepastian hukum.
Keterbukaan data menjadi kunci untuk mengembalikan marwah pendidikan, administrasi pemerintahan, dan demokrasi di Indonesia.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

