Repelita Jakarta - Kebebasan berpendapat di Indonesia kembali mendapat sorotan setelah kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) diteror oleh orang tak dikenal (OTK), serta pengunjuk rasa dari Koalisi Masyarakat Sipil dilaporkan ke polisi usai menggeruduk rapat revisi Undang-Undang (UU) TNI.
Situasi ini dinilai semakin mirip dengan era Orde Baru, di mana aktivis yang menentang kebijakan pemerintah menghadapi intimidasi dan tekanan.
Wakil Koordinator Bidang Eksternal Kontras, Andrie Yunus, mengungkapkan bahwa teror terhadap kantor mereka terjadi pada Minggu dini hari. Sekitar pukul 00.16 WIB, tiga orang tak dikenal mendatangi kantor Kontras di Jalan Kramat II, Kwitang, Jakarta Pusat.
Ketiga orang tersebut mengaku sebagai perwakilan media, namun tidak memberikan identitas maupun alasan jelas terkait kedatangan mereka.
Selain kedatangan OTK, Andrie juga mengungkap bahwa pihaknya menerima tiga panggilan telepon dari nomor tak dikenal dalam waktu yang berdekatan. Ia menduga bahwa teror ini berkaitan dengan aksi protes yang dilakukan Kontras bersama koalisi masyarakat sipil terhadap pembahasan revisi UU TNI.
"Kami menduga ini berkaitan dengan aksi teror terhadap kami pasca kami bersama koalisi masyarakat sipil mengkritisi proses legislasi revisi UU TNI," ujar Andrie.
Sebelumnya, pada Sabtu sore, tiga aktivis dari Koalisi Masyarakat Sipil yang menyoroti sektor keamanan mendatangi lokasi rapat revisi UU TNI yang berlangsung secara tertutup di Hotel Fairmont, Jakarta. Mereka mengetuk pintu ruang rapat dan menyuarakan penolakan terhadap revisi UU TNI yang dinilai dilakukan secara diam-diam tanpa partisipasi publik.
Namun, aksi tersebut berujung pada laporan kepolisian. Sekuriti Hotel Fairmont melaporkan aksi Koalisi Masyarakat Sipil ke Polda Metro Jaya dengan dugaan mengganggu ketertiban umum, melakukan perbuatan memaksa disertai ancaman kekerasan, serta penghinaan terhadap badan hukum di Indonesia.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi, mengonfirmasi laporan tersebut. "Polda Metro Jaya menerima laporan dugaan tindak pidana yang dilaporkan oleh RYR, sekuriti Hotel Fairmont," ujarnya.
Dalam laporan yang terdaftar dengan nomor LP/B/1876/III/2025/SPKT/POLDA METRO JAYA, dijelaskan bahwa pengunjuk rasa masuk ke area hotel sekitar pukul 18.00 WIB. Mereka kemudian meneriakkan protes di depan ruang rapat Panitia Kerja (Panja) revisi UU TNI, menuntut agar rapat dihentikan karena dinilai tertutup dan tidak transparan.
Pelapor merasa dirugikan atas kejadian ini dan melaporkannya ke pihak berwenang. Laporan tersebut mencakup dugaan pelanggaran Pasal 172 KUHP, Pasal 212 KUHP, Pasal 217 KUHP, Pasal 335 KUHP, Pasal 503 KUHP, dan Pasal 207 KUHP.
Kondisi ini menambah daftar panjang kekhawatiran terhadap kebebasan sipil di Indonesia. Revisi UU TNI sendiri terus mendapat kritik karena dinilai membuka ruang lebih besar bagi keterlibatan militer dalam pemerintahan sipil, sesuatu yang dikhawatirkan dapat membawa Indonesia kembali ke praktik dwi fungsi militer seperti di era Orde Baru. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok