
Repelita Jakarta - Sejumlah buruh dari Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menggelar aksi unjuk rasa di kantor Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) RI.
Massa buruh menuntut pemerintah segera menyelesaikan polemik pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) serta mencabut Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024, yang mereka nilai sebagai sumber masalah PHK massal di sektor tekstil.
"Salah satu penyebab utama banyaknya PHK di sektor tekstil adalah adanya Permendag Nomor 8 Tahun 2024. Kami sudah sampaikan kepada pemerintah agar segera mencabut aturan ini," ujar Ketua Mahkamah Partai Buruh, Riden Hatam Aziz.
Menurut Riden, kebijakan tersebut telah membuka pintu impor tekstil secara bebas, yang menyebabkan industri dalam negeri kesulitan bersaing. Selain itu, ia menyoroti maraknya pasar gelap yang semakin memperburuk kondisi industri tekstil nasional.
"Kami meminta pemerintah untuk mencabut regulasi ini karena merugikan buruh dan industri dalam negeri," tegasnya.
Riden menegaskan bahwa buruh akan terus melakukan aksi hingga pemerintah memenuhi tuntutan mereka. Jika dalam satu minggu aturan ini tidak dicabut, massa buruh mengancam akan melakukan aksi lanjutan di kantor Kementerian Perdagangan.
"Jika dalam waktu satu minggu Permendag Nomor 8 Tahun 2024 tidak dicabut, kami pastikan akan menggelar aksi di kantor Kemendag untuk mendesak pencabutannya," kata Riden.
Dalam aksi ini, massa buruh mengenakan atribut serikat masing-masing dan menyampaikan berbagai tuntutan terkait kondisi ketenagakerjaan. Mereka juga meminta pemerintah untuk serius menangani permasalahan yang menimpa karyawan Sritex yang kini berstatus pailit.
"Kami minta pemerintah serius mengawal hak-hak karyawan Sritex. Jangan lupa, Sritex ini sudah dinyatakan pailit, dan kewenangan penuh ada di tangan kurator, bukan pengusaha," ujar Riden.
Selain menuntut penyelesaian kasus PHK Sritex, buruh juga menyerukan perlindungan terhadap industri nasional untuk mencegah badai PHK yang berkelanjutan.
"Kami meminta pemerintah fokus mengamankan industri dalam negeri. Jangan sampai gelombang PHK terus terjadi dan membuat suasana di Indonesia semakin gaduh," tambahnya.
PT Sritex resmi berhenti beroperasi sejak 1 Maret 2025 akibat kebangkrutan. Perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara ini dinyatakan pailit pada 23 Oktober 2024 setelah kalah dalam sidang dengan PT Indo Bharat Rayon di Pengadilan Negeri Niaga Semarang. Akibatnya, lebih dari 10 ribu pekerja di grup Sritex harus kehilangan pekerjaan.
Selain aksi di Kemnaker RI, elemen buruh juga menggelar unjuk rasa di depan PT Sritex, Sukoharjo, Solo, Jawa Tengah. Aksi ini akan berlangsung selama lima hari hingga 15 Maret mendatang.
Berikut beberapa tuntutan utama yang disampaikan dalam aksi:
1. PHK buruh Sritex dianggap tidak sah dan ilegal.
2. Menteri Ketenagakerjaan harus membuat perjanjian tertulis untuk buruh Sritex.
3. Cabut Permendag Nomor 8 Tahun 2024.
4. Hentikan badai PHK dan selamatkan industri Indonesia.
5. Bayarkan pesangon serta hak-hak pekerja PT Dupantex dan PT Panamtex.
6. Stop kriminalisasi terhadap Ketua dan Sekretaris PUK SPEE FSPMI PT Yamaha Music Manufacturing Asia.
7. Hentikan diskriminasi terhadap pengurus dan anggota PSP SPN PT Sumber Masanda Jaya Brebes.
Massa buruh berjanji akan terus memperjuangkan hak mereka hingga tuntutan terpenuhi.(*).
Editor: 91224 R-ID Elok