
Repelita Jakarta - Masyarakat kembali dikejutkan dengan upaya pembungkaman terhadap karya seni yang kritis terhadap pemerintah. Setelah insiden pembredelan pameran lukisan Yos Suprapto yang dianggap terlalu keras mengkritik pemerintah beberapa bulan lalu, kini kasus serupa muncul dari band Sukatani yang diduga mendapat tekanan setelah menyanyikan lagu yang sarat kritik untuk kepolisian.
Keresahan masyarakat terkait pembungkaman terhadap karya seni semakin terasa. Publik kembali menyaksikan kejadian serupa dalam waktu yang singkat, meski melibatkan media seni yang berbeda. Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) mengkritik keras upaya pembungkaman terhadap pekerja seni yang kembali viral. Mereka meyakini ada arahan terstruktur untuk membatasi kebebasan berkarya.
“Situasi ini menunjukkan adanya upaya sistematis untuk mempersekusi karya-karya seni yang kritis terhadap pemerintah,” bunyi pernyataan tertulis Dewan Kesenian Jakarta. Para pekerja seni mulai merasakan ketakutan dan membatasi ruang bagi karya-karya yang mengandung kritik terhadap pihak tertentu.
Tekanan terhadap kebebasan berekspresi ini tidak hanya berdampak pada individu atau kelompok yang menjadi target, tetapi juga memicu tindakan swasensor, di mana institusi seni mulai membatasi ruang untuk ekspresi yang dianggap sensitif. Padahal, ketentuan dalam UUD 1945 menjamin kebebasan berekspresi untuk setiap warga negara.
“Kebebasan berekspresi dijamin oleh Pasal 28E Ayat (3) UUD 1945, yang menyatakan bahwa setiap orang berhak berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat,” tegas Dewan Kesenian Jakarta. Mereka juga mengingatkan bahwa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan melindungi hak para seniman dalam berkarya.
Pasal 4 UU tersebut menyebutkan bahwa pemajuan kebudayaan bertujuan untuk melindungi dan memperkuat jati diri bangsa melalui budaya, serta meningkatkan kontribusi budaya Indonesia di tingkat global. Pasal 6 menegaskan bahwa negara wajib menjamin kebebasan berekspresi dan apresiasi seni.
Dewan Kesenian Jakarta mengimbau agar pemerintah segera berbenah dan menghentikan gaya otoriter yang sudah tidak relevan di era digital. Mereka menegaskan pentingnya kebebasan berekspresi tanpa adanya pembungkaman terhadap karya seni, baik oleh aparat maupun pemilik ruang.
“Negara harus menjamin kebebasan berekspresi, agar tidak ada pembungkaman karya-karya seni,” tegas mereka. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok

