Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Vonis Separuh Tuntutan Harvey Moeis Tuai Banyak Kritik, Ini Kata Kejagung

 Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar dan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung Abdul Qohar saat memberikan keterangan pers di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Jumat (25/10/2024).

Repelita, Jakarta - Hukuman vonis 6,5 tahun penjara terhadap Harvey Moeis terkait kasus korupsi timah menuai kritik tajam karena dinilai terlalu ringan. Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan jaksa masih dalam masa pikir-pikir untuk mengajukan banding.

"KUHAP memberikan waktu 7 hari bagi JPU setelah putusan pengadilan untuk masa pikir-pikir, dan dalam masa ini JPU akan mengkaji pertimbangan-pertimbangan dari putusan pengadilan," ujar Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar.

Harli menyebut belum bisa memastikan apakah jaksa akan mengajukan banding atau tidak. Sebelumnya, jaksa menuntut Harvey dengan hukuman 12 tahun penjara.

"Kita tunggu saja bagaimana sikap JPU," tutupnya.

Harvey Moeis divonis bersalah dalam kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 300 triliun.

"Mengadili, menyatakan Terdakwa Harvey Moeis telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan melakukan tindak pidana pencucian uang," kata hakim ketua Eko Aryanto dalam amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.

Hakim menjatuhkan hukuman 6,5 tahun penjara kepada Harvey. Ia juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 1 miliar dengan ketentuan subsider 6 bulan kurungan. Selain itu, Harvey dihukum membayar uang pengganti senilai Rp 210 miliar. Jika tidak dibayar, harta bendanya akan disita untuk dilelang. Bila jumlah tersebut masih kurang, maka hukuman penjara tambahan akan diberlakukan.

Vonis ringan ini menuai kritik dari berbagai pihak. Anggota Komisi III DPR RI, Hinca Panjaitan, menilai putusan ini mencederai rasa keadilan.

"Putusan ini adalah kabar buruk bagi keadilan. Bagaimana mungkin kerugian negara sebesar Rp 300 triliun hanya dihargai dengan hukuman 6,5 tahun penjara?" ujarnya.

Hinca menyebut tindakan korupsi ini tak hanya merugikan negara secara finansial, tetapi juga merusak lingkungan dan masa depan generasi muda.

"Timah Bangka Belitung, yang seharusnya menjadi berkah, justru menjadi kutukan. Korupsi ini bukan sekadar mencuri uang, ini mencuri masa depan," tambahnya.

Ia juga mempertanyakan pengurangan hukuman dari tuntutan jaksa sebesar 12 tahun yang menurutnya sudah tergolong ringan.

"Lingkungan di Babel hancur, tambang ilegal merajalela, dan rakyat hidup dengan warisan kerusakan. Lalu, hukuman hanya 6,5 tahun? Hilang sudah akal sehat," katanya.

Senada dengan Hinca, Anggota Komisi III DPR RI Fraksi NasDem, Rudianto Lallo, menyatakan bahwa hukuman maksimal seharusnya dijatuhkan untuk memberikan efek jera.

"Kalau bicara efek jera, hukumannya harus maksimal. Dengan begitu, tidak ada lagi yang berani melakukan tindakan korupsi," ucapnya.

Rudianto juga menyoroti pentingnya pengembalian aset dalam kasus ini. Ia mempertanyakan apakah uang pengganti yang dibayar oleh Harvey dapat sebanding dengan kerugian negara yang mencapai Rp 300 triliun.

"Yang paling utama adalah pengembalian aset atau kerugian negara. Ini yang harus menjadi fokus," ujarnya.

Sementara itu, Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas (Pusako Unand), Charles Simabura, juga mengkritik vonis ini. Menurutnya, vonis ringan seperti ini melemahkan upaya pemberantasan korupsi.

"Ini semakin memperlemah pemberantasan korupsi dan menambah deretan vonis ringan dalam perkara korupsi," ujarnya.

Charles meminta jaksa untuk mengajukan banding agar hukuman terhadap Harvey bisa diperberat.

"Jaksa harus banding dan lebih memperkuat argumentasi yang dianggap lemah oleh hakim PN," katanya.(*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

ads bottom

Copyright © 2023 - Repelita.com | All Right Reserved