:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/tribunnews/foto/bank/originals/idrus-marham-jadi-waketum-golkar.jpg)
Repelita Jakarta - Pemecatan KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya dari posisi Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama tidak hanya memicu satu kontroversi internal, tapi juga membuka luka lama terkait keterlibatan organisasi dalam urusan izin usaha pertambangan yang kini menjadi sorotan tajam di kalangan nahdliyin.
Isu pengelolaan tambang ini semakin membara setelah mantan pemimpin PBNU, KH Said Aqil Siradj, secara terbuka menyarankan agar seluruh konsesi tersebut segera diserahkan kembali ke tangan pemerintah.
Menurut Said Aqil, langkah itu krusial untuk mencegah kerusakan lebih dalam pada solidaritas internal jamiyah.
Pernyataan tersebut disampaikan Said Aqil saat menghadiri pertemuan ulama di Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, pada Sabtu 6 Desember 2025.
Saya sejak awal menghormati inisiatif pemerintah. Itu bentuk penghargaan yang baik. Tetapi melihat apa yang terjadi belakangan ini, konflik semakin melebar, dan itu membawa madharat yang lebih besar daripada manfaatnya. Maka jalan terbaik adalah mengembalikannya kepada pemerintah, ungkap Said Aqil di depan para kiai dan santri.
Meski demikian, surat edaran Rais Aam PBNU yang mengumumkan pemecatan Gus Yahya justru menyoroti alasan lain, yaitu dugaan keterlibatan jaringan zionis dalam program kegiatan organisasi.
Bagi Anggota Majelis Penasehat Organisasi Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia, Idrus Marham, permasalahan bukan terletak pada kepemilikan izin usaha pertambangan itu sendiri, melainkan pada cara pengelolaannya yang penuh intrik.
Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada Pak Kiai yang mengatakan bahwa kalau memang IUP ini menjadi trigger pemicu, maka sebaliknya dikembalikanlah, saya ingin mengatakan bahwa masalah IUP itu bukan, tidak lagi jadi masalah, IUP tidak masalah, bahkan kita harus berterima kasih kepada pemerintah karena telah memberikan atensi, tegas Idrus Marham di Jakarta pada Senin 8 Desember 2025.
Idrus menilai bahwa pemberian konsesi tambang justru mencerminkan pengakuan negara terhadap peran organisasi masyarakat seperti NU dalam pembangunan ekonomi.
Namun ia tak menyangkal adanya konflik yang melibatkan oknum-oknum yang berebut pengaruh, baik secara terang-terangan maupun melalui saluran tersembunyi.
Pengelolaan IUP itu di sini ada perebutan oknum-oknum tertentu, baik langsung maupun tidak langsung dan di sini permainan yang langsung itu langsung kelihatan, ada juga yang tidak langsung dia memainkan di luar, tambahnya.
Idrus juga mengingatkan esensi berdirinya NU sebagai wadah pemikiran keagamaan yang lahir dari perjuangan kiai, pesantren, dan basis akar rumput untuk menjadi payung besar bagi umat dan bangsa.
Sikap Gus Yahya yang menolak mundur dari jabatannya dianggap wajar, tapi polemik ini sebaiknya diselesaikan melalui musyawarah muktamar yang tertunda akibat pandemi.
Muktamar Lampung diundur enam bulan karena Covid. Maka secara logika sekarang harus dimajukan kembali enam bulan. Artinya, proyeksi muktamar paling lambat Mei–Juni 2026, pungkas Idrus.
Dinamika ini menunjukkan bahwa tantangan internal PBNU tidak hanya soal kepemimpinan, tapi juga bagaimana menjaga identitas keagamaan di tengah godaan urusan duniawi seperti pengelolaan sumber daya alam.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

