Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Reformasi Polri Harus Menyeluruh: Institusional, Struktural, dan Kultural Sekaligus

Ray Rangkuti (ISTIMEWA)

Repelita Jakarta - Pemerintah sedang melaksanakan program perbaikan institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pengamat politik Ray Rangkuti menekankan bahwa proses reformasi tersebut tidak boleh dilakukan secara parsial jika ingin membawa perubahan signifikan.

Ray Rangkuti menyatakan bahwa pembenahan Polri harus mencakup tiga elemen utama secara bersamaan, yaitu institusional, struktural, serta kultural.

Jika ketiga aspek itu tidak diperbaiki secara serentak, upaya reformasi hanya akan berakhir sebagai janji tanpa isi.

Menurutnya, ketiga pilar tersebut menjadi fondasi untuk mengembalikan kepercayaan serta standar profesionalisme di tubuh Polri.

Aspek institusional sering kali diabaikan atau justru dikembangkan tanpa arah yang tepat.

Ray Rangkuti menyoroti pentingnya menciptakan organisasi yang lebih ramping dan efektif, bukan sekadar memperluas skala lembaga.

Pembenahan institusi harus memastikan Polri memiliki struktur yang efisien, bukan memperbesar lembaga tanpa memperbaiki tata kelola, katanya pada Sabtu, 13 Desember 2025.

Selain dimensi institusional, faktor struktural juga memainkan peran krusial.

Ray Rangkuti menggarisbawahi perlunya penataan kembali hierarki kekuasaan internal Polri serta hubungannya dengan kementerian dan instansi negara lain.

Struktur yang tidak seimbang akan menghalangi kemandirian serta kinerja profesional Polri.

Macam-macam itu struktural semua, ujarnya.

Dari ketiga elemen tersebut, Ray Rangkuti menganggap aspek kultural sebagai yang paling fundamental.

Ia menegaskan bahwa prinsip-prinsip inti kepolisian harus dipulihkan sepenuhnya.

Tiga nilai pokok yang perlu dikuatkan adalah budaya anti-korupsi, anti-penyuapan, serta pelayanan kepada masyarakat.

Ray Rangkuti melihat praktik korupsi masih menjadi penghalang utama dalam proses penegakan hukum, terutama pada perkara yang melibatkan pihak berkuasa.

Penanganan kasus tidak boleh dijadikan ruang untuk meras atau mencari keuntungan pribadi. Kepolisian harus menegakkan hukum berdasarkan prinsip objektif, bukan transaksi, tegasnya.

Ray Rangkuti mengingatkan bahwa proses hukum tidak boleh dipengaruhi oleh kedudukan sosial atau kekayaan individu.

Objektif, nggak peduli siapapun, kalau salah ya salah aja, katanya.

Diskusi mengenai perbaikan Polri saat ini tak terpisahkan dari pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang baru.

Ray Rangkuti menyebut aturan baru itu memberikan wewenang lebih luas kepada Polri, khususnya dalam tahap penegakan hukum yang berkaitan langsung dengan hak kebebasan warga.

Di tengah budaya internal yang belum mantap, perluasan kewenangan ini berisiko memperbesar peluang penyalahgunaan.

Menurut Ray Rangkuti, lebih bijaksana jika Polri mengutamakan pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 114 Tahun 2025 ketimbang menerbitkan Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2025 lebih dulu.

Putusan Mahkamah Konstitusi itu melarang personel Polri aktif menjabat di luar institusi kepolisian.

Sementara Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2025 mengatur prosedur penempatan anggota Polri di luar kerangka organisasi Polri.

Mengawali dengan menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi dianggap sebagai tindakan yang lebih arif dalam rangka pembenahan menyeluruh.(*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

ads bottom

Copyright © 2023 - Repelita.com | All Right Reserved