Penulis: Rina Syafri
Bencana besar bukan hanya soal kerusakan fisik, tetapi juga tentang nyawa manusia yang terancam. Ketika penderitaan rakyat semakin nyata, keputusan pemerintah pusat untuk tidak menaikkan status menjadi bencana nasional dan bahkan menolak bantuan asing terasa seperti tamparan bagi keluarga korban.
Lihatlah Tamiang. Ratusan mobil masih terendam di Tamiang Sport Center.
Sudah 10 hari berlalu, mayat korban masih terperangkap dan belum dievakuasi.
Keluarga dan saudara kita menangis, menunggu kepastian nasib orang-orang tercinta.
Di tengah kondisi seperti ini, rakyat bertanya: mengapa pintu bantuan ditutup? Mengapa gengsi politik lebih diutamakan daripada keselamatan rakyat?
Kritik dari Aceh: Mualem Ngamuk
Gubernur Aceh, Muzakir Manaf (Mualem), dengan tegas menyatakan:
“Mereka tolong kita, kok kita persulit? Kan bodoh.”
Pernyataan ini mencerminkan kemarahan daerah terhadap kebijakan pusat. Bagi Mualem, menolak bantuan asing di saat rakyat masih berteriak minta tolong adalah tindakan yang tidak masuk akal. Bantuan luar negeri justru bisa mempercepat evakuasi, menyediakan peralatan modern, dan meringankan penderitaan keluarga terdampak.
Dampak Penolakan Bantuan Asing
Menolak bantuan asing berarti menolak tenaga tambahan untuk evakuasi cepat.
Peralatan modern yang bisa mempercepat pencarian korban.
Logistik yang bisa meringankan penderitaan keluarga terdampak.
Akibatnya, rakyat harus menanggung penderitaan berkepanjangan. Mereka yang kehilangan keluarga, mereka yang masih menunggu evakuasi, mereka yang hidup dalam ketidakpastian.
Tanggung Jawab Negara
Pemerintah pusat seharusnya membuka diri terhadap segala bentuk bantuan, baik dari dalam maupun luar negeri. Nyawa rakyat jauh lebih berharga daripada gengsi politik. Menolak bantuan asing di saat rakyat masih berteriak minta tolong adalah bentuk pengabaian terhadap tanggung jawab negara.
Bencana besar membutuhkan solidaritas besar. Tidak ada alasan untuk menutup pintu bantuan ketika rakyat sendiri masih berjuang bertahan hidup.
Penutup
Rakyat tidak butuh simbol, tidak butuh pencitraan, tidak butuh kebijakan yang penuh gengsi. Yang dibutuhkan adalah tindakan nyata, keberanian membuka diri, dan kepedulian tanpa batas.
Jangan biarkan rakyat terus menangis di tengah penderitaan. Buka pintu bantuan, naikkan status bencana, dan utamakan keselamatan rakyat di atas segalanya.[]

