Pejabat Pusat Jangan Jadi Tamu VIP di Tengah Bencana

Opini Rina Syafri

Ketika bencana melanda, rakyat berteriak minta tolong. Rumah hanyut, harta benda lenyap, dan nyawa melayang. Namun yang sering terjadi, pejabat pusat datang ke lokasi bencana bukan untuk bekerja, melainkan untuk pencitraan. Mereka hadir lengkap dengan kamera, memikul beras, membagikan bantuan sambil direkam oleh kameramen, lalu pulang dengan dokumentasi seolah-olah sudah berjuang bersama rakyat.

Padahal rakyat melihat semua itu dengan muak. Mereka tahu, yang dibutuhkan bukanlah adegan pencitraan, melainkan tindakan nyata: evakuasi cepat, distribusi logistik merata, dan kebijakan yang berpihak pada korban.

Apakah ini yang disebut tanggung jawab negara? Apakah rakyat harus rela waktunya terbuang hanya untuk melayani pejabat yang datang sekadar berfoto?

Lebih baik pejabat pusat tetap di Jakarta. Biarkan kepala daerah, aparat lokal, dan masyarakat saling bahu-membahu menghadapi penderitaan. Energi yang seharusnya dipakai untuk mengevakuasi korban dan membagikan bantuan jangan dialihkan untuk mengurus protokol penyambutan pejabat.

Rakyat tidak membutuhkan tamu VIP. Rakyat membutuhkan perhatian nyata. Termasuk logistik yang cepat sampai. Yang juga diperlukan adalah koordinasi yang efisien tanpa birokrasi berlapis.

Kebijakan yang berpihak pada korban, bukan pada pencitraan. Pejabat pusat harus sadar, kehadiran mereka di lokasi bencana bukanlah prioritas. Yang lebih penting adalah memastikan anggaran turun tepat waktu, bantuan terdistribusikan merata, dan kebijakan tidak menghambat kerja nyata di lapangan.

Jangan datang hanya untuk menambah beban. Duduklah di Jakarta, bekerja dengan otak dan hati, bukan dengan protokol dan kamera. Biarkan kepala daerah berjuang bersama rakyat tanpa harus mengurus Anda sebagai tamu kehormatan.

Karena di tengah penderitaan, rakyat lebih butuh perhatian daripada seremoni dan pencitraan.[]

Baca Juga