Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

[MENOHOK] Herwin Sindir Jokowi: AI Dielu-elukan Saat Diam, Dicekik Regulasi Saat Ungkap Fakta

Repelita Jakarta - Pegiat media sosial Herwin Sudikta menyindir permintaan Presiden ke-7 Republik Indonesia Joko Widodo yang menginginkan pengaturan ketat terhadap penggunaan kecerdasan buatan atau artificial intelligence.

Kebutuhan regulasi tersebut muncul setelah sistem AI bernama Lean Intelligent Service Assistant atau LISA milik Universitas Gadjah Mada menyatakan bahwa Joko Widodo bukan alumni Fakultas Kehutanan universitas tersebut.

Pernyataan LISA yang berbasis data itu langsung memicu penghentian sementara operasional sistem tersebut oleh pihak kampus.

Herwin menilai sikap masyarakat terhadap AI mengalami perubahan drastis sejak kemunculannya.

Awalnya teknologi ini mendapat sambutan hangat sebagai representasi kemajuan dan kecanggihan era modern.

Namun nada tersebut berbalik menjadi kekhawatiran mendalam ketika AI mulai mengungkap informasi sensitif yang didasarkan pada fakta data.

“Lucu juga ya. Awalnya AI dielu-elukan modern, canggih, simbol kemajuan,” kata Herwin kepada fajar.co.id, Minggu (14/12/2025).

“Tapi begitu LISA mulai bicara berdasarkan data, mendadak nadanya berubah jadi perlu regulasi ketat, saya khawatir,” sebutnya.

Menurut Herwin, AI pada dasarnya beroperasi secara konsisten dan objektif sesuai dengan data yang menjadi acuan kerjanya.

Jika kemudian timbul kegelisahan atas output yang dihasilkan, maka sumber masalah bukan pada teknologi AI itu sendiri.

“Padahal AI itu konsisten. Yang inkonsisten biasanya data atau kenyamanan dengan kebenaran,” tegasnya.

Kekhawatiran berlebih terhadap AI justru dapat mencerminkan ketidaknyamanan terhadap fakta yang disajikan tanpa penyaringan apapun.

“Kalau mesin saja bisa bikin orang mendadak khawatir, mungkin masalahnya bukan pada kecerdasan buatannya,” imbuhnya.

Persoalan sebenarnya terletak pada realitas yang diungkap secara terbuka dan apa adanya oleh sistem tersebut.

“Tapi pada kenyataan yang ia tampilkan tanpa sensor,” kuncinya.

Sementara itu, pakar digital forensik Rismon Sianipar juga mempertanyakan langkah penghentian LISA yang dilakukan Universitas Gadjah Mada.

Ia menilai respons sistem tersebut sebenarnya mencerminkan kualitas data latih yang digunakan.

Rismon menduga LISA menggunakan model bahasa besar yang telah disesuaikan dengan dataset internal kampus.

Model tersebut diperkirakan memiliki parameter sekitar dua hingga tiga miliar, jauh lebih kecil dibandingkan model komersial seperti ChatGPT.

Hal ini membuat output LISA sangat dipengaruhi oleh data internal Universitas Gadjah Mada.

“Ayo cerdaskan publik, jangan di-shutdown, jangan di-bungkam. Malah mungkin nanti Lisa jadi tersangka juga,” tambahnya.

Menurut Rismon, jawaban yang dikeluarkan LISA merupakan hasil analisis langsung dari dataset yang tidak dipublikasikan secara luas.

Kondisi ini menunjukkan adanya informasi internal yang menjadi dasar kesimpulan sistem AI tersebut.

Ia menyesalkan keputusan untuk membungkam LISA alih-alih membuka diskusi publik mengenai temuan tersebut.

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

ads bottom

Copyright © 2023 - Repelita.com | All Right Reserved