
Repelita Jakarta - Wakil Ketua Komisi I DPR dari Fraksi PKS, Sukamta, menggegerkan rapat kerja dengan Kementerian Komunikasi dan Digital dengan pernyataan bahwa aktivitas buzzer di Indonesia sudah berubah wujud dari sekadar individu berbayar menjadi industri raksasa yang dikelola secara terstruktur oleh agensi komunikasi profesional.
Ia menegaskan bahwa serangan terkoordinasi terhadap DPR belakangan ini, yang ditandai dengan munculnya tagar-tagat negatif serta konten provokatif secara serentak, jelas-jelas digerakkan oleh jaringan robot dan pasukan buzzer berbayar yang bekerja secara sistematis untuk menguasai narasi publik.
“Perkembangan industri buzzer ini menurut saya berkontribusi pada apa yang disebut sebagai pembusukan komunikasi politik, di mana narasi kebencian, hoaks, disinformasi diproduksi secara masif dengan target dan tujuan tertentu,” tegas Sukamta dalam rapat di Kompleks Parlemen pada Senin, 8 Desember 2025.
Menurutnya, buzzer politik modern tidak lagi bekerja secara sporadis, melainkan menggunakan strategi canggih seperti memaksa tagar tertentu masuk trending topic, menyebar video editan, serta membanjiri kolom komentar dengan narasi yang sudah dirancang sebelumnya oleh pihak tertentu.
Ia menilai fenomena ini tidak lagi sekadar masalah etika digital, melainkan sudah menyentuh kepentingan elit politik dan komersial yang sengaja memanfaatkan ruang maya untuk membentuk opini sesuai pesanan.
Sukamta menyoroti kelemahan Undang-Undang ITE yang masih mengandalkan mekanisme delik aduan, sehingga penindakan terhadap operasi buzzer terorganisir menjadi sangat lambat dan tidak efektivitasnya rendah.
Ia mendesak agar dilakukan revisi mendesak terhadap UU ITE, khususnya untuk kasus buzzing destruktif berskala besar, sehingga aparat bisa langsung bertindak tanpa harus menunggu adanya laporan resmi dari pihak yang dirugikan.
“Saya kira penting untuk kita pikirkan apakah di Undang-Undang ITE, khusus untuk hal yang terkait dengan aktivitas buzzing yang destruktif dan terorganisir, itu bisa dilakukan penindakan yang dikecualikan dari delik aduan,” ucapnya.
Politisi PKS itu juga meminta ada kolaborasi lintas lembaga, mulai dari kepolisian, Kementerian Komdigi, hingga Badan Siber dan Sandi Negara, untuk membongkar jaringan buzzer sekaligus menyeret otak-otak di balik industri kotor tersebut ke ranah hukum.
Pernyataan Sukamta ini langsung memicu reaksi dari berbagai kalangan yang selama ini merasa menjadi target serangan buzzer, sekaligus membuka diskusi lebih luas tentang perlunya regulasi khusus untuk memutus rantai industri pembusukan opini publik di dunia digital.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

