Repelita Jakarta - Pemerintah berencana menaikkan iuran BPJS Kesehatan pada 2026 mendatang, memicu kekhawatiran masyarakat terkait kemampuan daya beli yang semakin tertekan.
Rencana kenaikan ini tertuang dalam Buku II Nota Keuangan beserta Rancangan Anggaran Pendapatan Negara (RAPBN) 2026, yang menjadi acuan kebijakan fiskal pemerintah tahun depan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani pada Senin, 18 Agustus 2025, menegaskan bahwa penyesuaian iuran diperlukan untuk menjaga keberlanjutan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang menjadi andalan jutaan masyarakat Indonesia.
Ia menjelaskan bahwa skema pembiayaan harus disusun secara menyeluruh agar kewajiban di antara tiga pilar utama yakni masyarakat/peserta, pemerintah pusat, dan pemerintah daerah tetap seimbang.
Sri Mulyani berharap kenaikan iuran BPJS Kesehatan dilakukan tanpa menimbulkan gejolak sosial, sehingga pemerintah akan menerapkan kenaikan secara bertahap dengan mempertimbangkan kondisi daya beli masyarakat.
"Pendekatan bertahap penting untuk meminimalisir gejolak sekaligus menjaga keberlanjutan program," ujarnya.
Selain penyesuaian iuran, pemerintah juga menekankan pentingnya menjaga likuiditas Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan, termasuk memanfaatkan skema pembiayaan kreatif seperti supply chain financing dan instrumen lain untuk memastikan arus kas tetap stabil.
Kebijakan ini diperkirakan memiliki dampak signifikan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sehingga pemerintah perlu menyesuaikan alokasi untuk peserta penerima bantuan iuran (PBI), menambah kontribusi untuk peserta mandiri kelas III, serta menanggung beban iuran pegawai negeri sebagai pemberi kerja.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin telah menyampaikan rencana kenaikan iuran sejak Februari 2025, dan menegaskan perlunya pembahasan bersama Menteri Keuangan agar perhitungan kenaikan dilakukan secara cermat.
"Nanti saya akan bicarakan dengan Ibu Sri Mulyani karena itu harus dilakukan perhitungan yang baik," ucap Budi di Auditorium Herman Susilo, Ditjen Tenaga Kesehatan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (6/2/2025) lalu.
Terkait besaran kenaikan iuran, Budi mengaku belum dapat memberikan kepastian, namun penyesuaian dianggap penting untuk menutup defisit yang membayangi BPJS Kesehatan.
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, menyatakan bahwa defisit yang terjadi sepanjang Januari hingga Oktober 2024 mencapai Rp12,83 triliun akibat selisih antara klaim manfaat dan penerimaan iuran.
Ia menekankan bahwa kenaikan iuran peserta JKN menjadi langkah krusial demi menjaga keberlangsungan program dan memastikan layanan kesehatan tetap tersedia bagi masyarakat.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok.

