
Repelita Yogyakarta - Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada, Marcus Priyo Gunarto menilai tudingan Rismon Hasiholan Sianipar yang meragukan keaslian ijazah dan skripsi Presiden Joko Widodo sebagai lulusan UGM perlu dibuktikan secara hukum.
Marcus menjelaskan dalam hukum pidana terdapat dua bentuk pemalsuan, yaitu membuat palsu dan memalsukan.
Membuat palsu adalah ketika dokumen asli tidak pernah ada, lalu seseorang menciptakan surat atau akta, dalam hal ini ijazah, seolah-olah asli padahal sebelumnya tidak pernah ada.
Sementara memalsukan berarti dokumen itu pernah ada, namun rusak atau hilang, lalu dibuat dokumen baru yang ditampilkan seolah-olah sebagai dokumen asli.
Pernyataan ini ia sampaikan melalui keterangan tertulis pada Kamis, 7 Agustus 2025.
Menurut Marcus, kedua tindakan tersebut merupakan perbuatan pidana yang memiliki ancaman hukuman.
Namun ia menilai tuduhan terhadap Presiden Jokowi dan UGM dalam kasus ini lemah.
Fakultas Kehutanan UGM memiliki banyak dokumen pendukung yang menunjukkan bahwa Joko Widodo pernah menempuh kuliah, mengikuti ujian, dan menjalani proses yudisium.
Selain itu, terdapat berita acara yang membuktikan bahwa Jokowi pernah mengikuti wisuda, sehingga ijazah yang dimaksud memang pernah ada dan keberadaannya dapat dilacak di Fakultas Kehutanan.
Salah satu yang dipersoalkan Rismon adalah penggunaan font Times New Roman pada lembar pengesahan dan sampul skripsi yang dinilainya belum digunakan pada era 1980-an hingga 1990-an.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Senat Fakultas Kehutanan, San Afri Awang, yang juga kakak angkatan Jokowi, menyatakan bahwa pada masa itu font tersebut sudah digunakan.
Ia mengisahkan pengalamannya ketika membuat sampul skripsi, ia pergi ke tempat cetak sampul terkenal di Yogyakarta seperti Prima dan Sanur.
Menurutnya, jasa pengetikan dengan komputer IBM PC sudah tersedia di sekitar UGM pada waktu itu, dan ia sendiri pernah memanfaatkan jasa tersebut untuk mengolah data statistik. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok

