
Repelita Bandung - Sekretaris Jenderal Partai Golkar M Sarmuji menyampaikan sambutan positif atas kabar pembebasan bersyarat yang diberikan kepada mantan Ketua DPR, Setya Novanto, dari Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.
Ia berharap agar Setya Novanto mampu menjalani kehidupan yang lebih baik setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan.
"Pak Novanto sudah menjalani pemasyarakatan sebagai bekal saat menjalani hidup normal," ujar Sarmuji dalam keterangannya pada Senin, 18 Agustus 2025.
Sarmuji secara tidak langsung menitipkan pesan kepada mantan ketua umum partainya itu agar menjadikan proses hukum yang pernah dijalani sebagai bahan pelajaran berharga untuk memperbaiki diri di kemudian hari.
"Insya Allah lebih baik," ucapnya singkat.
Sambutan positif dari Partai Golkar tersebut berbanding terbalik dengan respons Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Lembaga antirasuah itu mengingatkan kembali kepada publik bahwa kasus korupsi e-KTP yang menjerat Setya Novanto tidak bisa dianggap enteng.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyebut tindak pidana korupsi dalam proyek e-KTP merupakan salah satu kejahatan paling serius yang pernah terjadi di Indonesia.
Menurutnya, perbuatan tersebut tidak hanya merugikan keuangan negara hingga Rp2,3 triliun, tetapi juga berdampak besar terhadap kualitas pelayanan publik.
"Bicara perkara itu (korupsi e-KTP), kita kembali diingatkan sebuah kejahatan korupsi yang serius, dengan dampak yang benar-benar langsung dirasakan hampir seluruh masyarakat Indonesia," kata Budi pada Senin, 18 Agustus 2025.
"Karena tidak hanya besarnya nilai kerugian negara, tapi juga secara massif mendegradasi kualitas pelayanan publik," tambahnya.
Sementara itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai kebijakan pembebasan bersyarat Setya Novanto merupakan kemunduran nyata dalam agenda pemberantasan korupsi di tanah air.
Peneliti ICW, Wana Alamsyah, menyebut ada dua hal yang menjadikan langkah tersebut sebagai preseden buruk dalam penegakan hukum.
Pertama, aparat penegak hukum dinilai gagal menelusuri aliran dana terkait perkara dengan menggunakan Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
"Penanganan dugaan TPPU korupsi pengadaan e-KTP oleh Bareskrim Polri terhadap SN disinyalir mangkrak. Bahkan KPK yang memiliki fungsi supervisi penanganan perkara di penegak hukum lain gagal dalam mengakselerasi kasus tersebut," ujarnya.
Ia menambahkan bahwa hingga kini upaya penyitaan aset milik Setya Novanto belum tuntas dilakukan aparat penegak hukum.
Kedua, keputusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan peninjauan kembali Setya Novanto dengan pemotongan masa pidana dari 15 tahun menjadi 12,5 tahun, serta pengurangan masa pencabutan hak politik, memperburuk citra penegakan hukum.
“Ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak serius dalam memberikan efek jera bagi pelaku korupsi,” tegas Wana.
Di sisi lain, Kepala Kantor Wilayah Ditjen Pemasyarakatan Jawa Barat, Kusnali, telah mengonfirmasi status baru Setya Novanto sebagai terpidana yang menjalani pembebasan bersyarat.
Ia menuturkan bahwa meski telah keluar dari lapas, Novanto tetap memiliki kewajiban untuk menjalani aturan hingga masa hukumannya benar-benar berakhir.
"Setya Novanto mendapatkan bebas bersyarat," kata Kusnali di Bandung pada Minggu, 17 Agustus 2025.
Ia memastikan bahwa mantan Ketua DPR itu masih terikat kewajiban lapor hingga April 2029, dan baru akan dinyatakan bebas murni pada tahun yang sama.
"Saat ini yang bersangkutan dalam masa pembebasan bersyarat, dan wajib lapor sampai April 2029," pungkasnya.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok.

