
Repelita Jakarta - Kabar pembebasan Tom Lembong melalui abolisi dari Presiden Prabowo Subianto memantik antusiasme dari kelompok pendukung Anies Baswedan.
Mereka menyambut langkah ini sebagai sinyal positif terhadap upaya rekonsiliasi politik, bahkan mulai menggaungkan duet Anies-Tom atau disingkat ATOM sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden di Pilpres 2029.
Julukan ATOM langsung ramai diperbincangkan di media sosial sejak Tom kembali menginjakkan kaki di Pendopo Anies.
Pendukung menilai kombinasi Anies dan Tom merepresentasikan kekuatan sipil dan teknokrat yang bersih, serta menjadi alternatif dari konfigurasi politik lama yang dinilai masih mengakar pada kepentingan kekuasaan semata.
Momentum ini semakin kuat dengan diberlakukannya ambang batas pencalonan presiden nol persen.
Artinya, peluang duet ATOM untuk maju dalam kontestasi 2029 tak lagi bergantung pada dominasi koalisi partai besar, tetapi hanya memerlukan kendaraan politik yang sah secara administratif.
Namun euforia tersebut tidak lepas dari sorotan pengamat politik.
Hendri Satrio, analis komunikasi politik, menilai munculnya wacana duet ATOM justru menyimpan dilema etis.
Menurutnya, Tom Lembong bisa saja mencalonkan diri, tetapi posisi moralnya menjadi rumit karena kebebasannya saat ini adalah hasil pemberian abolisi langsung dari Presiden Prabowo.
Dalam komentarnya pada Kamis, 7 Agustus 2025, Hensat menyatakan bahwa walau Tom punya hak politik, akan menjadi aneh jika ia kemudian maju menantang sosok yang telah membebaskannya dari jeratan hukum.
Ia menyebut, “Iya boleh aja, kendaraannya dapatkan dulu, tapi masa’ iya Tom tega berkompetisi dengan Prabowo di Pilpres, kan yang kasih dia abolisi Prabowo.”
Lebih lanjut ia menambahkan, “Ah, tega amat. Seperti nggak tahu terima kasih gitu loh. Kan Prabowo hampir pasti bakal maju lagi.”
Di tengah sorotan itu, isu duet ATOM mempertegas bahwa langkah abolisi Prabowo membawa efek politik luas.
Bukan sekadar meredam ketegangan antarblok kekuasaan, tapi juga membuka jalan bagi figur-figur yang sempat tersingkir untuk kembali muncul dalam konstelasi nasional.
Kini pertanyaannya: jika ATOM benar-benar terbentuk, partai mana yang cukup berani mengusung pasangan ini tanpa khawatir menghadapi tekanan dari kekuatan status quo? (*)
Editor: 91224 R-ID Elok

