Repelita Jakarta - Pengamat politik dan ekonomi, Heru Subagia, memberikan peringatan keras terhadap situasi fiskal Indonesia usai Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan laporan semester I tahun 2025.
Dalam laporan tersebut, pendapatan negara hingga pertengahan tahun tercatat Rp1.201 triliun secara neto dan Rp1.451,6 triliun secara bruto.
Namun defisit anggaran tercatat sebesar Rp204 triliun.
Heru menilai pencapaian itu sebagai yang terburuk dalam tiga tahun terakhir.
"Ini adalah tamparan keras bagi pemerintah, terutama Sri Mulyani, untuk segera menyatakan bahwa Indonesia memang dalam kondisi tidak baik-baik saja," ucap Heru pada Rabu, 2 Juli 2025.
Ketua Kagama Cirebon Raya ini juga menyoroti memburuknya indikator ekonomi makro yang menurutnya perlu segera disikapi Presiden Prabowo Subianto.
Ia mempertanyakan efektivitas kebijakan yang telah dijalankan selama tujuh bulan pemerintahan Prabowo, terutama dalam soal pemerataan ekonomi dan daya beli rakyat.
"Hal ini didapati bahwa kita saat ini termasuk golongan negara termiskin di dunia. Belum ada juga tanda-tanda pemulihan di sektor yang menyangkut daya beli masyarakat," lanjutnya.
Heru mengungkapkan kekhawatiran atas deflasi berulang yang mencerminkan lemahnya konsumsi masyarakat.
Ia menyarankan agar pemerintah segera mengevaluasi total kebijakan makroekonomi yang sedang berjalan.
Salah satu yang disorot adalah program koperasi desa.
Menurutnya, skema pembiayaan program itu melalui bank milik negara terlalu membebani anggaran.
Heru juga menyoroti pembentukan holding BUMN Danantara yang menurutnya tidak menguntungkan keuangan negara.
Ia menyebut bahwa Sri Mulyani telah mengungkap adanya potensi kehilangan Rp80 triliun dari deviden yang tak disetorkan ke kas negara.
"Sri Mulyani menyatakan ada kehilangan sekitar Rp80 triliun dari deviden yang tidak disetor ke negara. Ini paradoks ketika negara sedang defisit," ungkapnya.
Heru memperingatkan bahwa kondisi fiskal dan moneter saat ini dapat memicu ketegangan ekonomi hingga instabilitas politik nasional.
Ia mengapresiasi keterbukaan Sri Mulyani dalam menyampaikan laporan fiskal tersebut.
Namun ia mendorong agar pemerintah dan DPR segera mengambil langkah tegas.
"Langkah tegas sangat diperlukan dalam penggunaan APBN agar efektif dan efisien. Korupsi pun harus diberantas tanpa kompromi karena merusak postur anggaran pembangunan nasional," tutup Heru. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok.