Repelita Jakarta - Pakar hukum tata negara Zainal Arifin Mochtar menyatakan bahwa seluruh syarat pemakzulan terhadap Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka telah terpenuhi secara konstitusional.
Pernyataan itu disampaikan dalam diskusi bertajuk “Menuju Pemakzulan Gibran: Sampai Kemana DPR Melangkah?” yang digelar oleh Formappi, Rabu, 18 Juni 2025.
“Ada tiga dasar pemakzulan dalam Pasal 7A dan 7B UUD 1945: pelanggaran pidana, administratif, dan perbuatan tercela,” ungkap Zainal yang dikenal dengan sapaan Uceng.
Ia menilai laporan dugaan korupsi yang diajukan Ubedilah Badrun bisa dikategorikan sebagai unsur pelanggaran pidana.
Dari sisi administratif, menurutnya, keabsahan dokumen pribadi seperti ijazah layak untuk dijadikan bahan telaah lebih lanjut.
“Kalau bicara perbuatan tercela? Ya ampun, itu sudah banyak. Dari Fufufafa sampai praktik nepotisme,” sindirnya dengan nada tajam.
Uceng meyakini bahwa secara teori hukum, proses pemakzulan terhadap Gibran bisa dijalankan.
Namun ia menilai situasi politik di DPR menjadi hambatan terbesar dalam mendorong proses tersebut.
Langkah awal berupa hak menyatakan pendapat hanya bisa dilakukan apabila mayoritas anggota DPR sepakat melakukannya.
“Dengan koalisi Prabowo-Gibran yang masih solid, saya pesimistis DPR akan berani memulai langkah itu,” tuturnya.
Uceng juga melontarkan kritik keras terhadap Mahkamah Konstitusi yang menurutnya telah kehilangan independensi.
“Maaf, saya tak bisa lagi anggap MK sebagai lembaga hukum. Bagi saya, MK sudah jadi makhluk politik,” ucapnya tegas.
Jika seluruh prosedur dilalui, tahap akhir proses pemakzulan akan berada di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Sidang tersebut akan melibatkan lebih dari 700 anggota yang mewakili berbagai kepentingan politik.
“Dan kita tahu, di MPR semuanya serba politis,” pungkasnya. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok

