Repelita Tangerang - Seorang perempuan lanjut usia bernama Li Sam Ronyu (68) kini menyandang status tersangka dalam kasus dugaan pemalsuan dokumen yang berkaitan dengan konflik lahan di Kampung Nangka, Teluk Naga, Kabupaten Tangerang.
Pihak kuasa hukum Li Sam Ronyu menyatakan keberatan atas penetapan tersangka tersebut.
Mereka mencurigai adanya keterlibatan mafia tanah dalam kasus ini.
Keberatan itu disampaikan melalui surat permohonan penundaan pemeriksaan tersangka yang diajukan ke penyidik pada Rabu, 11 Juni 2025.
“Kami datang ke Polres Metro Tangerang Kota hari ini untuk menyerahkan surat penundaan pemeriksaan klien kami, Li Sam Ronyu, yang dijadwalkan diperiksa sebagai tersangka,” ujar pengacara Charles Situmorang di lokasi.
Perkara ini bermula dari transaksi jual beli tanah pada 1994 antara Li Sam Ronyu dan seseorang berinisial S.
Kala itu, transaksi dibuktikan dengan Akta Jual Beli (AJB).
Sejak pembelian itu, Li Sam Ronyu diketahui menguasai lahan seluas 3,2 hektar dan rutin membayar pajak tahunan hingga 2024.
Pada 2007, sebagian tanah tersebut dibebaskan pemerintah untuk pembangunan jalan umum, dan Li Sam Ronyu menerima kompensasi sekitar Rp 3,2 juta.
“Kalau memang tanah itu tidak sah, bagaimana mungkin klien kami menerima uang ganti rugi dari negara? Bukankah harus ada audit dan verifikasi?” ucap Charles.
Pada 2021, Li Sam Ronyu mengajukan peningkatan status kepemilikan dari AJB menjadi sertifikat hak milik.
Namun belum tuntas prosesnya, tiba-tiba pada 22 Agustus 2024 ia dilaporkan ke polisi.
Penyidikan pun dibuka, dan Li Sam Ronyu langsung ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan pelanggaran Pasal 263, 264, dan 266 KUHP.
Tim kuasa hukum menilai penetapan tersangka ini tidak sesuai prosedur dan merugikan kliennya.
Untuk itu, mereka telah mengajukan laporan ke Divisi Propam dan Biro Wassidik Polri.
Dari laporan tersebut telah dilakukan gelar perkara internal.
Hasilnya, menurut Charles, belum ada alat bukti yang cukup untuk menyimpulkan adanya tindak pidana.
Namun, rekomendasi agar dilakukan penyitaan enam AJB induk dan pemeriksaan saksi-saksi belum dijalankan oleh penyidik.
Sementara itu, klien mereka sudah terlanjur ditetapkan sebagai tersangka.
Hal ini dipandang janggal dan menimbulkan pertanyaan serius.
Kuasa hukum juga menyingkap munculnya pihak lain yang mengaku sebagai ahli waris dari penjual lama dan menjual lahan kepada pihak ketiga menggunakan AJB yang disebut sempat hilang.
Padahal, menurut mereka, keenam AJB asli masih ada di tangan Li Sam Ronyu.
Termasuk bukti transaksi lengkap seperti giro dan dokumentasi foto saat jual beli berlangsung.
“Kalau AJB aslinya ada, dari mana datangnya AJB baru? Ini sangat tidak masuk akal,” kata Marshel Setiawan dari tim pengacara.
Marshel juga mengatakan pelapor adalah pihak pembeli baru dari orang yang mengaku ahli waris.
Namun menurutnya, tanah itu sudah dikuasai Li Sam Ronyu selama hampir tiga dekade.
“Tanahnya dikuasai orang lain, justru klien kami yang ditetapkan sebagai tersangka. Ini bentuk perlakuan semena-mena terhadap warga lanjut usia dan melanggar hak asasi,” tambah Marshel.
Pihaknya memastikan akan mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Tangerang guna menguji legalitas penetapan tersangka tersebut.
Mereka juga meminta atensi dari Kapolri, Kejaksaan Agung, BPN, hingga Satgas Anti Mafia Tanah.
“Kami menduga kuat kasus ini tidak murni hukum. Ada aroma mafia tanah yang bermain. Kami juga sudah mengajukan permintaan audit investigatif gabungan ke Irwasum, Propam, dan Biro Wasidik,” pungkas Charles.
Sampai berita ini dibuat, belum ada keterangan resmi dari pihak Polres Metro Tangerang Kota mengenai pernyataan kuasa hukum maupun proses penyelidikan terhadap Li Sam Ronyu.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok