Repelita Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa hanya PT Gag Nikel yang diizinkan beroperasi di kawasan Raja Ampat.
Keputusan ini diambil setelah pemerintah mencabut izin empat perusahaan tambang lainnya yang dianggap tidak memenuhi syarat administrasi dan berlokasi di area yang kini ditetapkan sebagai Geopark.
“Dari lima perusahaan yang ada, hanya PT Gag Nikel yang masih diberikan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya untuk 2025,” ungkap Bahlil dalam konferensi pers di Istana Merdeka, Jakarta, setelah kunjungan ke Pulau Gag pada 10 Juni 2025.
PT Gag Nikel merupakan perusahaan dengan kontrak karya yang telah melakukan eksplorasi sejak tahun 1972.
Konstruksi dimulai pada 2015 dan produksi berlangsung sejak 2018.
Dari total konsesi seluas 13.136 hektare, hanya sekitar 260 hektare yang telah dibuka untuk kegiatan tambang, dan separuh dari area tersebut telah direklamasi.
“Sebanyak 130 hektar sudah direklamasi, dan sekitar 54 hektar telah dikembalikan ke negara. Jadi tidak benar jika ada klaim bahwa lautnya tercemar,” tegasnya.
Walaupun PT Gag Nikel tetap beroperasi, Bahlil menekankan pentingnya pengawasan ketat terhadap perusahaan tersebut.
“Amdalnya harus diperhatikan dengan serius, reklamasi harus terus dilakukan, dan tidak boleh merusak terumbu karang. Ini adalah perintah langsung dari Presiden,” tambahnya.
Empat perusahaan yang izinnya dicabut meliputi PT Anugerah Surya Pratama, PT Nurham, PT Mulia Raymond Perkasa, dan PT Kawai Sejahtera Mining.
Bahlil menjelaskan bahwa keempat perusahaan tersebut tidak memenuhi persyaratan dokumen amdal dan administrasi RKAB, serta sebagian besar wilayah konsesi mereka berada di dalam kawasan Geopark yang harus dilindungi.
"Ada beberapa alasan di balik keputusan ini. Pertama, aspek lingkungan, kedua, teknis, dan ketiga, berdasarkan hasil rapat terbatas yang mempertimbangkan masukan dari pemerintah daerah serta tokoh masyarakat yang saya temui," jelasnya.
Ia juga menegaskan bahwa keputusan ini tidak berkaitan dengan siapa pemilik perusahaan, melainkan didasarkan pada pertimbangan hukum, lingkungan, dan keberlanjutan.
Menanggapi saran untuk melakukan moratorium izin tambang akibat oversuplai nikel, Bahlil menyatakan bahwa pemerintah akan tetap menjalankan kebijakan strategis nasional dengan fokus pada hilirisasi dan produksi yang ramah lingkungan.
“Ke depan, kita akan terus mendorong hilirisasi yang benar-benar berkelanjutan, sehingga produk kita dapat diterima di pasar internasional,” tandasnya.
Editor: 91224 R-ID Elok.

