
Repelita Jakarta - Pakar hukum tata negara Jimly Asshiddiqie merespons tajam soal isu pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang kembali mencuat di ruang publik.
Ia menilai wacana tersebut tidak realistis dan tidak mungkin terjadi dalam peta politik saat ini.
Menurut Jimly, penolakan dari sejumlah partai besar sudah menjadi sinyal kuat bahwa proses pemakzulan tidak akan berlanjut.
“Sudah 3 partai tolak pemakzulan, apa tidak cukup untuk yakinkan, pemakzulan tidak mungkin terjadi?,” tulis Jimly melalui akun X @JimlyAs pada 8 Juni 2025.
Jimly menyarankan agar perhatian publik dan lembaga negara lebih difokuskan pada pengawasan jalannya pemerintahan ketimbang membuang energi untuk hal yang tidak produktif.
“MK, lebih baik perhatian dan kemarahan diarahkan untuk awasi kinerja pemerintah sekarang,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan agar masyarakat mulai mempersiapkan diri menyambut Pemilu 2029 agar pengalaman buruk di tahun 2024 tidak kembali terulang.
“Dan awasi persiapan untuk Pilpres lagi pada 2029, agar pengalaman pahit 2024 jangan terulang,” tegasnya.
Jimly mendorong adanya pembenahan sistem ketatanegaraan secara menyeluruh agar lebih adil, transparan, dan tidak mudah diselewengkan.
“Dan lebih penting antisipasi untuk perbaikan sistem ke depan,” tandasnya.
Meski tidak menyebutkan nama partai secara langsung, publik mengetahui bahwa Golkar dan NasDem termasuk yang secara terang menolak pemakzulan.
Keduanya menyatakan bahwa tidak ada landasan hukum kuat untuk memberhentikan Gibran dari jabatan wapres.
Sebelumnya, kritik datang dari Ferdinand Hutahaean yang mendukung pemakzulan Gibran seperti yang disuarakan Forum Purnawirawan TNI.
“Kalau menurut saya memang Gibran layak dimakzulkan,” ujar Ferdinand pada 4 Juni 2025.
Menurutnya, sejak awal Gibran sudah bermasalah dari sisi etika hukum dan demokrasi karena proses pencalonannya yang dianggap tidak wajar.
“Bukan dari soal kinerjanya sekarang yah, tapi Gibran layak dimakzulkan karena memang sejak awal cacat secara etik hukum.
(Juga) Secara etik demokrasi dia cacat menjadi calon wakil presiden,” jelasnya.
Ferdinand menilai Gibran belum layak menjabat wapres karena masih banyak tokoh lain yang lebih berpengalaman dan layak, seperti Mahfud MD, Muhaimin Iskandar, dan Agus Harimurti Yudhoyono.
“Memimpin negara sebesar ini gila kali, bocah kayak begitu menjadi pemimpin,” katanya.
Ia juga menyesalkan praktik kekuasaan yang hanya berlandaskan ambisi pribadi tanpa memperhatikan kapabilitas.
“Orang-orang seperti itu dilegalkan hukum yang disiasati menjadi calon pemimpin.
Kan tidak boleh juga dong,” tambahnya.
“Tapi bagi saya melihatnya Gibran layak dimakzulkan dari proses yang telah terjadi.
Bukan dari soal kinerjanya, kalau kinerja memang tidak punya apa-apa kemampuannya,” tutup Ferdinand. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok

