Repelita Jakarta - Mantan relawan Ganjar Pranowo, Palti Hutabarat, kembali menyoroti polemik mengenai ijazah milik Presiden ke-7 Indonesia, Jokowi.
Palti mengungkapkan keraguannya terhadap keaslian dokumen tersebut yang disebut-sebut berasal dari Universitas Pasar Pramuka (UPP).
Ia menyatakan bahwa bukannya semakin memperjelas, justru semakin banyak fakta yang memunculkan keraguan publik.
"Semakin lama isu Ijazah Jokowi ini bukannya semakin menunjukkan Keasliannya," ujar Palti.
Ia menyarankan agar pihak terkait, termasuk Jokowi, segera membuka dokumen tersebut secara transparan ke publik.
"Malah semakin bermunculan fakta-fakta lain yang semakin meyakinkan publik ketidakaslian Ijazah Jokowi," tambahnya.
"Saran sih tunjukkan saja Ijazahnya biar ga berkepanjangan."
Sementara itu, pakar telematika Roy Suryo juga turut menyuarakan kritik keras terhadap situasi ini.
Ia menyebut isu ini bukan sekadar kontroversi biasa, melainkan sangat menyita perhatian publik.
“Saya menggunakan istilah itu bukan semata-mata untuk menyampaikan betapa hebohnya isu ini, tetapi juga karena kasus ini begitu cetha wela-wela, alias sangat terang benderang,” ungkap Roy.
Roy menyoroti pengakuan dari Beathor yang menyebut sejumlah nama seperti Anggit Nugraha, David, Nugroho dari Tim Solo, serta Dani Iskandar, Indra, Yulianto dari Tim Jakarta.
Ada pula nama-nama seperti Prasetyo Edi Marsudi, Andi Widjajanto, M. Syarif, dan Juri Ardiantoro yang turut disinggung dalam pernyataan Beathor.
Menurut Roy, respons dari beberapa tokoh yang disebut masih terkesan tidak jelas.
Ia menyoroti sikap mantan pejabat seperti Andi Widjajanto yang dianggap enggan memberikan klarifikasi atau bantahan tegas.
“Sikap kehati-hatian itu bisa dimaklumi, mengingat beliau adalah mantan pejabat negara. Namun faktanya, ia juga tidak secara eksplisit menolak narasi dari Beathor. Ini justru memunculkan ruang tafsir liar di masyarakat,” tambah Roy.
Ia juga memuji metode wawancara yang dilakukan Mikhael Sinaga melalui kanal YouTube Sentana TV.
Roy menilai pendekatan doorstop tanpa penyuntingan itu menunjukkan kejujuran yang jarang terlihat dalam media digital.
“Saya apresiasi sikap jujur dari media seperti Sentana TV dan Balige Academy. Mereka menayangkan seluruh proses tanpa sensor, termasuk saat Pak Ir. Kasmudjo membantah pernah menjadi dosen pembimbing skripsi atau dosen pembimbing akademik Jokowi di UGM. Ini sangat spektakuler dan memalukan bagi pihak yang selama ini mengklaim sebaliknya,” tegas Roy.
Ia kemudian membawa perhatian publik pada sejarah kawasan Pasar Pramuka yang sudah lama dikenal sebagai pusat pembuatan dokumen akademik.
“Di era 70-an, kawasan ini memang menjadi pusat jasa pengetikan skripsi, penjilidan, hingga percetakan. Dari sinilah mulai dikenal istilah UPP, bukan dalam artian universitas formal, tetapi sebagai simbol praktik pembuatan dokumen, termasuk ijazah palsu,” jelasnya.
Ia menyebut kawasan tersebut sebagai tempat Palu Gada (apa lu mau, gua ada) karena hampir semua kebutuhan dokumen bisa diperoleh di sana.
Namun kondisi itu juga membuka peluang bagi praktik ilegal seperti pemalsuan ijazah.
Roy menyebut telah lama beredar desas-desus soal sejumlah pejabat yang memperoleh ijazah dari kawasan tersebut.
Salah satu menteri saat ini bahkan pernah dikaitkan dengan kasus serupa sebelum menjabat.
Isu yang paling menjadi sorotan adalah dugaan Beathor bahwa ijazah Jokowi tidak berasal dari UGM Yogyakarta melainkan dibuat di Pasar Pramuka.
Roy mempertanyakan sikap UGM dan Bareskrim Polri yang selama ini menyatakan keaslian ijazah Jokowi.
“Jika memang rekayasa ini benar terjadi, bagaimana mungkin UGM meyakini keaslian ijazah tersebut? Mengapa Bareskrim bisa menyatakan identik tanpa menyelidiki dugaan rekayasa?” ujarnya.
“Ini sungguh ambyar,” tutup Roy. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok