Repelita Teheran - Dua pekan sebelum Israel meluncurkan serangan ke Iran pada Jumat, 13 Juni 2025, sebuah kereta barang dari Tiongkok tiba di wilayah Aprin, dekat Teheran.
Kereta tersebut merupakan bagian dari megaproyek “Satu Sabuk, Satu Jalan” yang diinisiasi Tiongkok sejak 2013 oleh Presiden Xi Jinping.
Rute ini menghubungkan Tiongkok dan Iran melalui Kazakhstan dan Turkmenistan, menjadi jalur darat modern yang disebut sebagai Jalur Sutera abad ke-21.
Kedatangan kereta itu menandai pembukaan jalur fisik baru dari Xi’an menuju Iran, membawa berbagai barang dagangan Tiongkok ke Teheran.
Kereta tersebut melintasi koridor transportasi yang dinilai lebih aman dari pengaruh Barat.
Secara geografis, koridor ini menghubungkan Rusia ke India lewat Laut Kaspia, membentuk poros utara-selatan.
Di sisi barat, jalur melintas melalui Irak, Suriah, dan Turki menuju Mediterania, termasuk wilayah selatan Italia, Spanyol, dan Prancis.
Selama empat tahun terakhir, jalur ini telah diperluas dan dimodernisasi sejak Iran dan Tiongkok menandatangani kesepakatan kemitraan strategis pada Maret 2021.
Iran berkomitmen menyediakan pasokan minyak yang stabil bagi Tiongkok dalam kerja sama ini.
Sebagai gantinya, Tiongkok menjanjikan investasi sebesar $400 miliar selama 25 tahun ke depan di berbagai sektor ekonomi Iran.
Bidang-bidang tersebut meliputi infrastruktur transportasi, produksi sektor riil, minyak dan gas, serta industri kimia pengolahan hidrokarbon.
Kesepakatan itu juga mencakup kerja sama di sektor militer dan keamanan siber.
Meski belum diratifikasi secara resmi, implementasi proyek telah berjalan nyata di lapangan.
Contohnya, jalur logistik dari Urumqi hingga Teheran via Kazakhstan, Kirgizstan, Uzbekistan, dan Turkmenistan telah diuji dan difungsikan.
Dengan kesepakatan tersebut, Iran kini resmi menjadi bagian dari proyek “Satu Sabuk, Satu Jalan”.
Di tengah tekanan embargo ekonomi dari negara-negara Barat, Iran membuka pasar domestiknya bagi produk-produk Tiongkok.
Barang-barang Tiongkok, termasuk mobil dan kebutuhan rumah tangga, kini membanjiri pasar Iran dan menggantikan produk-produk Barat.
“Amerika mendirikan pangkalan militer di mana-mana tapi Tiongkok membanjiri pasar dengan barang-barang murah dan terjangkau. Mereka akan menguasai pasar global.”
Menurut laporan CEBR di Inggris, proyek Jalur Sutera Tiongkok diperkirakan akan menambah $7,1 triliun per tahun ke PDB global.
Sejauh ini, inisiatif tersebut telah melibatkan 165 negara dengan total utang ke Tiongkok mencapai $385 miliar.
Pola pembentukan infrastruktur ini dinilai lebih menguntungkan Tiongkok dibandingkan negara peserta.
Uniknya, Tiongkok tidak hanya membina hubungan dagang erat dengan Iran, tapi juga dengan Israel.
Meski Israel tak mengakui kemerdekaan Taiwan, negara itu tetap mempertahankan hubungan ekonomi dengan Tiongkok, termasuk kehadiran pusat dagang di Taipei.
Perdagangan antara Israel dan Tiongkok terus tumbuh, kendati Amerika masih jadi mitra ekspor utama Israel.
Pada 2024, nilai perdagangan Israel mencapai $150 miliar dengan impor $91,5 miliar dan ekspor $61,7 miliar.
Namun hubungan dengan Tiongkok tidak seimbang, karena ekspor Israel ke Tiongkok hanya $2,8 miliar sementara impornya $19 miliar.
Tiongkok tidak membeli produk pertanian dari Israel, namun fokus pada barang teknologi seperti alat optik, sirkuit terpadu, dan instrumen pengukuran.
Produsen besar elektronik konsumen dunia juga membeli ponsel Modu dan Solarin dari Israel.
Farmasi dan perdagangan berlian turut menyumbang volume ekspor besar ke Tiongkok.
Selain itu, Tiongkok juga menanamkan investasi di perusahaan-perusahaan rintisan teknologi tinggi di Israel.
Model investasi ini dikenal sebagai pendanaan tahap awal dengan risiko tinggi namun potensi keuntungan sangat besar.
Sebaliknya, Israel mengimpor kendaraan listrik, baja, produk logam, komputer, dan barang-barang elektronik dari Tiongkok. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok