Repelita Jakarta - Kejaksaan Agung menyatakan pernah memberikan saran hukum terkait pengadaan laptop Chromebook dalam program digitalisasi pendidikan di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi periode 2019–2023.
Pernyataan itu disampaikan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, di Jakarta, Rabu (11/6/2025).
Menurut Harli, rekomendasi tersebut diberikan oleh Jaksa Pengacara Negara pada Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara.
Ia menegaskan, saran hukum yang diberikan hanya mengatur agar mekanisme pengadaan barang harus sesuai peraturan yang berlaku.
“Rekomendasi itu intinya agar pengadaan Chromebook dilakukan sesuai ketentuan hukum,” kata Harli.
Ia menjelaskan, pendapat hukum semacam itu umum diminta oleh kementerian atau lembaga sebagai pengguna anggaran negara.
Namun, ia juga menekankan bahwa rekomendasi hukum itu bukanlah jaminan bahwa tidak akan terjadi tindak pidana dalam pelaksanaannya.
“Jadi pendapat hukum yang kami berikan itu bersifat normatif, dan dipertanggungjawabkan secara hukum,” ujar Harli.
Harli juga menyatakan bahwa Kejagung tidak bertanggung jawab atas implementasi rekomendasi tersebut.
Menurutnya, pelaksanaan tetap menjadi tanggung jawab lembaga pemohon.
“Apakah rekomendasi itu dijalankan atau tidak, itu bukan tanggung jawab kejaksaan,” ujarnya.
Harli menegaskan, lembaga pemohon wajib menjalankan pengadaan sesuai peraturan yang berlaku.
Namun kenyataannya, program digitalisasi pendidikan tersebut kini menjadi objek penyidikan kasus korupsi.
Kasus itu berkaitan dengan pengadaan laptop Chromebook bagi siswa di seluruh Indonesia.
Pernyataan Harli merespons pernyataan terbuka dari mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim pada Selasa (10/6/2025).
Nadiem menyatakan bahwa pengadaan 1,1 juta unit Chromebook dilakukan untuk mengatasi dampak pandemi terhadap proses belajar.
Menurutnya, pengadaan itu dilakukan melalui Dana Alokasi Khusus Fisik sebesar Rp 6,39 triliun dan Dana Satuan Pendidikan senilai Rp 3,82 triliun.
Ia menjelaskan, Chromebook dipilih karena lebih murah dan aman bagi siswa.
“Dengan Chromebook, akses ke situs berbahaya bisa dicegah,” kata Nadiem.
Nadiem menyebut bahwa penerima laptop bukan dari daerah tertinggal atau terpencil.
Ia mengklaim pengadaan dilakukan secara transparan melalui e-Katalog LKPP.
Melalui e-Katalog, siapa pun bisa menjadi penyedia selama memenuhi syarat.
Ia menegaskan kementeriannya tidak terlibat dalam penentuan harga atau proses lelang terbuka.
“Prosesnya dilakukan oleh penyedia melalui e-Katalog, bukan oleh kami,” kata Nadiem.
Ia juga menyebut pengadaan tersebut didampingi Kejagung dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha.
Pendampingan itu, katanya, bertujuan agar proses pengadaan berjalan sesuai aturan hukum.
Selain itu, Kemendikbudristek menggandeng BPKP sebagai auditor proses pengadaan.
Keterlibatan berbagai lembaga hukum itu, menurut Nadiem, untuk memastikan tidak ada konflik kepentingan.
Ia mengaku heran dengan adanya penyidikan korupsi terhadap pengadaan yang menurutnya transparan.
“Ini alasan saya terkejut ketika mendengar kabar ini,” ujar Nadiem.
Ia mengatakan, seluruh proses telah dijalankan dengan prinsip keterbukaan.
Kasus ini sendiri telah dinaikkan ke tahap penyidikan oleh Jampidsus sejak Senin (25/6/2025).
Lebih dari 30 orang telah diperiksa dalam perkara tersebut.
Namun, hingga kini belum ada penetapan tersangka.
Nadiem juga belum dimintai keterangan oleh penyidik.
Pekan lalu, tiga staf khusus Nadiem dicegah bepergian ke luar negeri.
Mereka adalah Fiona Handayani, Juris Stan, dan Ibrahim Arif.
Kejagung juga melakukan penggeledahan terhadap sejumlah pihak terkait.
Harli memastikan bahwa penyidik akan memeriksa siapa pun yang relevan dengan perkara.
“Siapa pun yang punya kaitan dengan perkara ini pasti akan diperiksa,” kata Harli, Selasa (3/6/2025).(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

