
Repelita Jakarta - Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia, Gandjar Laksmana Bonaprapta, menilai kebijakan impor gula yang diambil oleh mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong tidak otomatis memenuhi unsur tindak pidana korupsi.
Pernyataan ini disampaikan Gandjar saat menjadi saksi ahli dalam sidang kasus korupsi impor gula di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis, 26 Juni 2025.
Gandjar menegaskan bahwa dugaan kerugian negara sebesar Rp578 miliar harus dianalisis dengan pendekatan multidisipliner dan prinsip kausalitas hukum.
Kerugian tersebut harus benar-benar berasal dari kebijakan yang diambil pejabat, bukan karena faktor lain di luar keputusan tersebut.
Ia menjelaskan bahwa penggantian syarat rekomendasi Kementerian Perindustrian dengan mekanisme lain oleh Tom Lembong adalah bentuk diskresi yang dapat dipertanggungjawabkan secara administratif selama transparan dan memenuhi syarat substansial.
Menurut Gandjar, apabila tujuan kebijakan tercapai dan prosesnya transparan, tidak ada indikasi niat jahat dalam keputusan tersebut.
Dalam sidang, Tom Lembong membela diri dengan menyatakan bahwa kebijakan diambil untuk mencegah lonjakan harga gula yang tidak terkendali akibat menunggu rekomendasi resmi.
Ia menyebut keputusan cepat tersebut adalah executive decision demi menjaga stabilitas harga gula di masyarakat.
Gandjar mendukung argumen tersebut dengan menekankan pentingnya konteks keadaan darurat dan asas proporsionalitas dalam kebijakan publik.
Ia menyebut tidak ada aturan yang tidak boleh dikesampingkan jika syarat substansial terpenuhi dan tujuan tercapai.
Menanggapi tuduhan bahwa kebijakan menyebabkan PT PPI membayar harga terlalu tinggi serta bea masuk rendah, Gandjar menilai evaluasi harus lebih dari sekadar angka dan bahwa menteri tidak bisa langsung dipidana hanya karena negara mengalami kerugian.
Ia menilai proses pengambilan keputusan yang diawasi dan transparan justru menunjukkan tidak adanya iktikad jahat.
Tom Lembong juga menyatakan tidak ada keluhan, sanksi, atau teguran dari Kementerian Perindustrian terkait mekanisme impor gula tersebut meski pelaporan realisasi impor dan distribusi dilakukan secara penuh dan diaudit setiap tahun.
Menurut Gandjar, jika ada pelanggaran dalam proses impor gula, sifatnya administratif dan bukan pidana.
Ia menilai pejabat yang berani mengambil kebijakan di luar ketentuan selama tujuannya tercapai dan proses transparan sangat diperlukan.
Gandjar mengakhiri kesaksiannya dengan menyatakan bahwa negara boleh saja mengalami kerugian asal rakyatnya sejahtera dan menegaskan bahwa negara tidak seharusnya menjadi pengusaha yang merugikan rakyat.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

