
Repelita Raja Ampat - Greenpeace Indonesia membeberkan situasi mencemaskan terkait izin tambang nikel di kawasan konservasi Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Dari 16 Izin Usaha Pertambangan yang masih berlaku, 12 di antaranya berada langsung dalam kawasan Geopark Global UNESCO.
Data ini dipaparkan dalam diskusi publik bertajuk Mendesak Perlindungan Raja Ampat Sepenuhnya yang menyoroti ancaman serius terhadap wilayah yang dikenal sebagai pusat biodiversitas laut dunia.
Walau pemerintah telah mencabut sejumlah izin pada awal pekan lalu, Greenpeace menilai bahaya kerusakan ekologis di Raja Ampat belum berakhir.
Arie Rompas selaku Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia menjelaskan bahwa dari 16 IUP yang masih tercatat, lima berstatus aktif, sementara 11 lainnya telah kedaluwarsa.
Lebih lanjut, ia memaparkan adanya dua izin baru yang muncul pada tahun 2025 dan tiga lainnya tengah disengketakan secara hukum, berpotensi aktif kembali jika gugatan dimenangkan.
Rompas menegaskan bahwa lima izin aktif tersebar di Pulau Waigeo, Pulau Gam, dan Pulau Batanta.
Empat dari lima izin tersebut berada tepat di dalam kawasan Geopark yang seharusnya bebas dari aktivitas tambang.
Greenpeace menyatakan bahwa keberadaan izin di area tersebut mengancam langsung kelestarian alam laut dan ekosistem yang dilindungi secara global.
Kondisi ini memunculkan pertanyaan besar terhadap konsistensi kebijakan perlindungan lingkungan di tengah derasnya tekanan ekonomi sektor tambang.
Konflik antara eksploitasi sumber daya dan konservasi alam kini menjadi tantangan terbesar bagi masa depan Raja Ampat. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok

