Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Ada Lagi Dugaan Pemborosan Rp2,9 Triliun di Subsidi Pupuk, KPK Didesak Bergerak

GoSumbar.com - Rp2,83 Triliun Subsidi Pupuk Diduga Tak Efisien, KPK Diminta  Bertindak

Repelita Jakarta - Isu pemborosan dana subsidi pupuk sebesar Rp2,92 triliun selama periode 2020 hingga 2022 kembali menyita perhatian publik.

Angka fantastis ini terungkap dalam laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2024 oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Dari jumlah tersebut, sekitar Rp2,83 triliun disebut melibatkan PT Pupuk Indonesia (Persero).

Temuan tersebut menimbulkan desakan agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera mengambil langkah penyelidikan.

Pasalnya, subsidi pupuk merupakan instrumen penting bagi petani dalam menjaga ketahanan pangan nasional.

Pakar hukum pidana dari Universitas Bung Karno, Hudi Yusuf, menilai laporan BPK bukan sekadar soal administrasi, namun bisa menjadi indikasi awal potensi korupsi.

Ia menekankan bahwa dewan komisaris dan aparat penegak hukum harus menanggapi temuan tersebut secara serius.

"Menurut saya, rekomendasi BPK adalah lampu kuning. Seyogyanya, komisaris dapat bekerja sama dengan KPK sebagai upaya preventif sebelum terjadi tindak pidana atau untuk meminimalisir kerugian apabila telah terjadi, agar kerugian tidak tambah besar," kata Hudi, Jumat (30/5/2025).

Ia menambahkan, KPK memiliki kewenangan untuk langsung menindaklanjuti temuan BPK tanpa menunggu laporan dari masyarakat.

Dengan demikian, laporan dari auditor negara dapat menjadi dasar sah untuk memulai penyelidikan lebih lanjut.

Hudi juga menyebut, jika ada penyalahgunaan wewenang, pelanggaran hukum, atau gratifikasi yang dilakukan direksi, maka dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi.

Dalam kondisi tersebut, pejabat terkait dapat dimintai pertanggungjawaban secara pidana.

Namun, apabila tidak ditemukan unsur pidana, maka kasus ini bisa dianggap sebagai kelalaian dalam pengelolaan bisnis.

Kendati begitu, dewan komisaris tetap berkewajiban memberikan peringatan tegas kepada jajaran direksi sebagai bagian dari prinsip tata kelola perusahaan.

"Apabila direksi, akibat kebijakannya, mengalami kerugian, itu adalah risiko bisnis akibat kelalaian atau kemampuan yang bersangkutan dalam mengelola bisnis, sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai korupsi. Yang bersangkutan mempertanggungjawabkan perbuatannya pada saat RUPS," jelas Hudi.

Dalam laporan BPK, ditemukan adanya ketidaksesuaian dalam pengalokasian pupuk urea bersubsidi oleh PT Pupuk Indonesia.

Distribusi dilakukan tanpa mempertimbangkan kapasitas produksi anak perusahaan.

Ironisnya, perusahaan dengan biaya produksi tinggi justru mendapat alokasi pupuk bersubsidi.

Sementara perusahaan yang lebih efisien diarahkan memproduksi pupuk nonsubsidi.

Kondisi tersebut dinilai bertentangan dengan prinsip efisiensi dan berpotensi menambah beban anggaran negara.

Sebagai tindak lanjut, BPK merekomendasikan agar Dewan Komisaris PT Pupuk Indonesia memberikan teguran kepada Direktur Utama dan Direktur Pemasaran yang dinilai lalai dalam penetapan kebijakan subsidi.

Sebagai informasi, Direktur Utama PT Pupuk Indonesia pada periode 2020–2022 adalah Achmad Bakir Pasaman.

Ia digantikan Rahmat Pribadi sejak Juli 2023.

Sementara Direktur Pemasaran saat itu dijabat oleh Gusrizal, yang kini menjadi Wakil Direktur Utama.

Menanggapi temuan BPK, PT Pupuk Indonesia menyatakan kesiapannya untuk menindaklanjuti semua rekomendasi yang disampaikan.

"Sebagai BUMN yang patuh pada aturan keuangan negara, kami akan melaksanakan rekomendasi BPK yang tertuang dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2024," ujar Vice President Komunikasi Korporat, Cindy Sistyarani, Rabu (28/5/2025).

Cindy menambahkan bahwa perusahaan telah melakukan transformasi melalui digitalisasi, modernisasi fasilitas produksi, dan revitalisasi pabrik.

Langkah tersebut bertujuan meningkatkan efisiensi dan memperkuat tata kelola perusahaan.

“Ke depan, Pupuk Indonesia akan semakin mengakselerasi transformasi dan memastikan kebijakan yang dilaksanakan perusahaan menjunjung tinggi prinsip efisiensi dan efektivitas,” pungkasnya.

Kini publik menanti langkah tegas dari KPK.

Apakah lembaga tersebut akan melanjutkan penyelidikan atas temuan ini atau menyerahkannya kembali pada mekanisme internal perusahaan?(*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

ads bottom

Copyright © 2023 - Repelita.com | All Right Reserved