Repelita Jakarta - Keputusan Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk mundur dari penanganan kasus dugaan korupsi proyek pagar laut menuai sorotan.
Pegiat media sosial Tommy Shelby mempertanyakan alasan Kejagung yang menyebut bahwa kasus tersebut telah ditangani oleh Bareskrim Polri.
"Kejagung mundur dari kasus pagar laut dengan alasan sudah ditangani Bareskrim," ujar Tommy di X @TOM5helby.
Dikatakan Tommy, Kejagung berdalih mundur berdasarkan nota kesepahaman (MoU) antara lembaga penegak hukum.
Namun, ia mengungkapkan bahwa MoU tersebut sudah tidak berlaku sejak Mei 2024.
"Padahal, nota kesepahaman yang mereka pakai buat mundur udah nggak berlaku sejak Mei 2024. Kok kayak nyari alasan aja ya?," cetusnya.
Ia juga mengingatkan agar kasus pagar laut tidak dibiarkan tenggelam begitu saja meskipun Kejagung menyerahkan sepenuhnya ke pihak kepolisian.
"Kasus pagar laut jangan dibiarkan tenggelam gaes! Kejaksaan RI mundur bukan berarti kita diam," tandasnya.
Sebelumnya, Kejagung resmi menghentikan penyelidikan terkait dugaan korupsi dalam penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) pagar laut di perairan Tangerang.
Keputusan ini disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, pada Minggu.
Harli menjelaskan bahwa penanganan perkara ini kini sepenuhnya berada di bawah kewenangan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.
Kejagung memilih untuk mundur dengan alasan adanya nota kesepahaman (MoU) yang melibatkan tiga lembaga penegak hukum, yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejagung, dan Polri.
"Dalam MoU tersebut, jika suatu perkara telah ditangani oleh salah satu institusi, maka lembaga lain menghindari tumpang tindih. Karena itu, Kejagung memutuskan untuk menyerahkan kasus ini sepenuhnya kepada Bareskrim," ungkap Harli.
Ia juga menambahkan bahwa dugaan suap dan gratifikasi yang berkaitan dengan penerbitan sertifikat laut tetap dapat diusut oleh Bareskrim dalam proses penyelidikan mereka.
Namun, keputusan ini menuai pertanyaan dari berbagai pihak, terutama karena MoU yang dijadikan dasar Kejagung dikabarkan telah kedaluwarsa sejak Mei 2024. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok