Repelita Jakarta - Pegiat media sosial Tommy Shelby menyampaikan keheranannya atas pernyataan Bareskrim Polri yang menyatakan bahwa Aguan dan Agung Sedayu tidak terkait dalam kasus pagar laut di Tangerang.
Tommy menyinggung kemungkinan adanya pengaruh pihak tertentu dalam proses hukum kasus tersebut, serta menyoroti Muannas Alaidid yang selama ini terus pasang badan.
"Waduh pengacara M cair nih. Rubicon atau Range Rover SV nih?," ujar Tommy di X @TOM5helby.
Tommy juga mempertanyakan logika di balik pernyataan Bareskrim, mengingat PT Agung Sedayu Group (ASG) melalui dua anak perusahaannya telah mengakui kepemilikan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas lahan yang dipagar.
"Gimana gak cair? PT ASG lewat dua anak perusahaannya udah mengakui mereka punya SHGB di laut yang dipagerin tapi tetep dibilang gak terlibat oleh Bareskrim," cetusnya.
Ia pun mengajak masyarakat untuk berpikir kritis terhadap kasus ini.
"Ada yang bisa melogikakan?," tandasnya.
Sebelumnya diketahui, Bareskrim Polri mengatakan bahwa pengusaha Sugianto Kusuma, yang lebih dikenal sebagai Aguan, tidak terlibat dalam kasus dugaan pemalsuan dokumen terkait sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM) atas pagar laut di Kabupaten Tangerang.
Dalam penyelidikan kasus ini, pihak kepolisian telah menetapkan empat tersangka, termasuk Kepala Desa Kohod, yang diduga berperan dalam pemalsuan dokumen pengurusan hak atas tanah di kawasan tersebut.
Meski nama perusahaan Agung Sedayu, yang dimiliki oleh Aguan, sempat dikaitkan dengan kasus ini, polisi menegaskan bahwa tidak ada bukti yang mengarah pada keterlibatan pengusaha tersebut.
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro bahkan mempertanyakan keterkaitannya ketika dimintai tanggapan oleh wartawan terkait dugaan keterlibatan Aguan.
Ia juga menyatakan bahwa selama proses penyelidikan berlangsung, tidak ada saksi yang menyebutkan nama Aguan sebagai pihak yang terlibat.
Lebih lanjut, Djuhandhani menegaskan bahwa spekulasi yang berkembang di media sosial tidak bisa dijadikan dasar dalam proses hukum.
"Kalau hanya berdasarkan perbincangan di media sosial, itu tidak bisa menjadi patokan dalam proses hukum," tegasnya. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok