Repelita, Jakarta 23 Desember 2024 - Pengamat politik Rocky Gerung memberikan komentar terkait sikap PDIP yang menolak kenaikan PPN 12 persen. Menurut Rocky, penolakan tersebut merupakan bagian dari "pembullyan" yang dia nilai sebagai operasi besar dari kekuasaan.
Rocky menjelaskan bahwa operasi besar tersebut melibatkan berbagai elemen masyarakat, seperti Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP), mahasiswa, dan buzzer. Ia menyatakan bahwa pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan 8 persen gagal tercapai, sehingga semua fraksi sepakat untuk menaikkan PPN menjadi 12 persen.
"Jika PDIP dianggap bersalah, memang mereka bersalah. Namun, apakah kesalahan itu bukan berasal dari kebijakan pemerintah sebelumnya yang diinisiasi oleh Presiden Jokowi untuk menaikkan PPN 12 persen?" kata Rocky.
Rocky juga menambahkan bahwa terdapat perintah untuk mengepung dan mendelegitimasi PDIP menjelang Kongres Partai pada 2025 mendatang. Dia juga menyoroti adanya gerakan yang dipimpin oleh salah satu menteri di kabinet untuk menggerakkan opini publik agar kenaikan 12 persen dianggap masuk akal.
Selain itu, Rocky menyebutkan bahwa kehadiran organisasi ekstra turut menghalau pikiran kritis masyarakat, dengan menuduh seluruh kesalahan ada pada PDIP. Namun, ia mengingatkan bahwa rakyat juga telah membuat petisi yang ditandatangani oleh lebih dari 200 ribu orang untuk menuntut agar PPN 12 persen diturunkan atau bahkan dihapuskan.
Rocky menutup komentarnya dengan menekankan bahwa pikiran rakyat saat ini bisa berbeda dengan pandangan pemerintah yang berkuasa. Menurutnya, pajak adalah cara yang "biadab" dalam merawat peradaban. "Orang tidak mau dipajaki, tetapi demi peradaban, seseorang bersedia membayar pajak dengan harapan akan ada perbaikan di masa depan. Namun, rakyat kini menganggap kenaikan PPN 12 persen tidak masuk akal," pungkasnya.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok