Jakarta, 5 Desember 2024 – Istilah "rakyat jelata" yang dilontarkan oleh seorang juru bicara pemerintah baru-baru ini memicu kontroversi dan reaksi keras dari warganet. Ungkapan tersebut dinilai sebagai blunder besar yang mencerminkan kurangnya kepekaan terhadap kondisi masyarakat.
Warganet ramai mengkritik penggunaan istilah tersebut yang dianggap merendahkan martabat rakyat. Banyak yang menilai, sebagai pejabat pemerintah, seharusnya mereka menunjukkan penghargaan yang lebih besar kepada rakyat yang membayar pajak dan menopang sistem negara.
Beberapa komentar bernada sindiran pun bermunculan di media sosial. Akun @Aalliiee251089 menulis, "Hhemzzz, kacauuuuu." Sementara itu, akun @lennilenni549 menyebutkan "Songong" sebagai ekspresi ketidaksetujuannya terhadap pernyataan tersebut. Akun @frhyan_abdlh menambahkan, "Rusak semua lini," yang merujuk pada dampak pernyataan tersebut terhadap kredibilitas pemerintah.
Akun lain, seperti @EsCanOr44665465, menyampaikan ironi, "Rakyat jelata…. wkwkwkwk… padahal yang menggaji mereka itu pajak dari rakyat jelata ini." Hal serupa disampaikan oleh akun @adribarza1 yang menulis, "Rakyat Jelata itu Terlantar Di Jalanan Tak Ada Tempat Tinggal.. 🤣."
Kekecewaan warganet juga terlihat dalam komentar seperti dari akun @marshendii yang menyatakan, "Jubir kok ga bisa memilih kata," yang mengkritik gaya komunikasi pemerintah.
Tidak hanya itu, diskusi terkait makna "rakyat jelata" semakin meluas. Akun @murid_s3 menilai istilah tersebut lebih baik dibanding "masyarakat miskin." Sementara itu, @ronaldwj14 menyebutkan bahwa tantangan terbesar Indonesia adalah kualitas sumber daya manusia yang menyebabkan ketertinggalan dibanding negara maju seperti Korea Selatan, Jepang, dan Singapura.
Sentimen negatif terhadap perilaku elit politik juga mencuat. Akun @ForestGreen1802 menyindir penggunaan fasilitas publik yang tidak pantas, "Mobil dinas gak perlu pake strobo. Gajinya dan mobilnya dibayar pajak rakyat, masak rakyat disuruh minggir." Kritik ini menyasar pejabat yang dianggap lebih mengutamakan kepentingan pribadi daripada rakyat.
Beberapa warganet juga mempertanyakan konotasi negatif istilah "rakyat jelata" dan "rakyat kecil." Akun @ivancahyadi88 bertanya, "Apakah konotasi rakyat kecil, rakyat jelata itu jelek?" Akun lain, @sozis_kanpl3r, menyarankan, "Tinggal bilang masyarakat apa susahnya."
Perdebatan ini mempertegas ketidakpuasan publik terhadap gaya komunikasi pemerintah. Warganet berharap para pejabat lebih berhati-hati dalam memilih kata-kata untuk menghindari potensi kesalahpahaman dan ketegangan di masyarakat.(*)
Editor: Elok WA R-ID