Jakarta, 5 Desember 2024 – Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, mantan Direktur Utama PT Timah, dituntut 12 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung (Kejagung) atas keterlibatannya dalam kasus korupsi penambangan timah ilegal yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp300 triliun.
Tuntutan tersebut dibacakan oleh jaksa dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (5/12/2024). Selain pidana penjara, Mochtar Riza juga dituntut membayar denda sebesar Rp1 miliar dengan ketentuan subsider 1 tahun kurungan.
Ia juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp493,39 miliar, yang harus dibayar paling lambat satu bulan setelah putusan memiliki kekuatan hukum tetap. Jika tidak mampu membayar, harta benda akan disita dan dilelang atau diganti dengan pidana penjara selama 6 tahun.
Jaksa juga menuntut beberapa pihak lain yang terlibat dalam kasus ini, di antaranya Emil Elmindra, mantan Direktur Keuangan PT Timah, yang juga dituntut 12 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 1 tahun kurungan, serta diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp493,39 miliar.
Jika tidak membayar, hukumannya akan diganti dengan pidana 6 tahun penjara. Sementara itu, MB Gunawan, Direktur Utama PT Stanindo Inti Perkasa (SIP), dituntut 8 tahun penjara dan denda Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan.
Dalam dakwaan, jaksa mengungkapkan bahwa kegiatan penambangan ilegal dilakukan oleh lima smelter swasta, antara lain PT Refined Bangka Tin (RBT), CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Inter Nusa.
Mochtar Riza bersama Emil Elmindra dan Alwin Albar, Direktur Operasi dan Produksi PT Timah periode 2017-2020, diketahui mengatur kerja sama dengan sejumlah mitra jasa penambangan ilegal di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah. Bijih timah hasil penambangan ilegal ini kemudian dibeli PT Timah melalui CV Salsabila Utama, yang dikelola oleh Mochtar, Emil, dan Tetian Wahyudi.
Jaksa menyebut bahwa mereka juga mengatur pembayaran kepada perusahaan smelter swasta hingga 5% dari kuota ekspor pelepasan timah, dengan pencatatan yang direkayasa agar terlihat seolah-olah berasal dari Program Sisa Hasil Pengolahan (SHP) PT Timah. Kerja sama ini tanpa kajian kelayakan, yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp300 triliun dan keuntungan pribadi yang fantastis, mencapai Rp986,79 miliar bagi CV Salsabila Utama.(*)
Editor: Elok WA R-ID