27 November 2024 – Ahli hukum pidana Prof. Romli Atmasasmita menilai penetapan status tersangka terhadap mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komjen Pol (Purn) Firli Bahuri, tidak dilakukan sesuai dengan hukum acara yang berlaku.
Menurut Prof. Romli, untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka, penyidik harus memiliki minimal dua alat bukti permulaan yang cukup, sesuai dengan prosedur hukum acara yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Namun, ia mencatat bahwa meski penyidik Polda Metro Jaya telah memeriksa 123 orang saksi, tidak ada satu pun yang memenuhi kriteria sebagai saksi sesuai ketentuan dalam UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
"Bukan rekayasa lagi, kelihatan bahwa penyidik Polda Metro Jaya memang zalim," kata Prof. Romli, yang juga Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjajaran, kepada wartawan.
Ia menambahkan, berdasarkan petunjuk jaksa, pemeriksaan terhadap saksi yang sesuai dengan KUHAP harus dilakukan. Saksi yang dimaksud adalah mereka yang melihat, mendengar, atau mengalami langsung kejadian yang menjadi perkara.
"Sampai saat ini tidak ada saksi yang memenuhi syarat tersebut. Ini artinya status tersangka Pak Firli tidak ada bukti yang cukup menurut Jaksa," tegas Prof. Romli.
Prof. Romli juga menyatakan bahwa tindakan penyidik yang menetapkan Firli sebagai tersangka tanpa dua alat bukti permulaan merupakan pelanggaran hak asasi manusia.
Sebagai objek hukum, hak-hak Firli harus dihormati sesuai dengan konstitusi, yaitu BAB 10a UUD 1945, yang menjamin kebebasan seseorang.
"Perbuatan polisi secara hukum tidak dibenarkan. Itu namanya merampas kebebasan bergeraknya seseorang. Dengan status tersangka, dia dicekal dan tidak bisa bepergian, termasuk ke luar negeri," ujar Romli.
Sejak Firli ditetapkan tersangka pada 22 November 2023, penyidik Polda Metro Jaya telah memeriksa 123 saksi dan 11 ahli.
Namun, berkas perkara tersebut telah dikembalikan jaksa ke Polda Metro Jaya sebanyak empat kali karena dianggap belum memenuhi syarat yang diperlukan. Terakhir, berkas tersebut dikembalikan pada 2 Februari 2024.
"Jadi simpulkan sendiri, ini main-main apa tidak? Terkait ini kan serius, orang jadi tersangka sudah lebih dari 30 hari, dihitung-hitung sudah hampir satu tahun, namun tidak ada langkah penyidikan yang benar yang dilakukan penyidik," pungkas Prof. Romli. (*)