27 November 2024 – Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Indonesia, Luhut Binsar Pandjaitan, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap pemberian stimulus dalam bentuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang bisa disalahgunakan oleh penerimanya, salah satunya untuk kegiatan judi.
Luhut menyebutkan, untuk menghindari hal tersebut, stimulus yang diberikan akan lebih difokuskan dalam bentuk subsidi listrik. "Karena kalau diberikan (BLT) ke rakyat takut dijudikan lagi nanti," ujarnya dalam kesempatan yang sama.
Pemerintah sebelumnya berencana memberikan bantuan sosial kepada masyarakat sebelum kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% berlaku. Namun, bantuan sosial tersebut tidak akan berbentuk BLT.
Rencananya, stimulus ini akan diberikan kepada masyarakat yang terdampak kenaikan PPN 12%, baik dari kelas kecil maupun menengah. "PPN 12% itu sebelum itu jadi, harus diberikan dulu stimulus kepada rakyat yang ekonominya susah," kata Luhut.
Luhut juga menjelaskan bahwa DEN tengah menghitung bagaimana stimulus tersebut akan diterapkan dalam bentuk subsidi listrik. Ia menambahkan bahwa data penggunaan listrik rumah tangga akan menjadi acuan untuk menentukan kriteria penerima bantuan.
"Kalau listrik itu kan datanya lengkap. Jadi mungkin saya lagi dihitung ya apakah dari 1.300 sampai 1.200 Watt ke bawah. Ya orang-orang yang mungkin udah nggak bayar 2-3 bulan, lagi dihitung lah ya," ungkap Luhut.
Mengenai anggaran untuk bantuan terkait PPN 12%, Luhut menyatakan bahwa negara memiliki kemampuan anggaran yang cukup. APBN Indonesia, lanjutnya, memiliki penerimaan pajak yang bagus, dengan potensi lebih dari ratusan triliun yang bisa digunakan untuk membantu masyarakat.
"Ya di APBN cukup banyak, kita penerimaan pajak bagus kok. Saya kira masih ada berapa ratus triliun yang bisa (digunakan)," ujarnya.
Sementara itu, terkait pengunduran rencana kenaikan PPN 12%, Juru Bicara Ketua DEN, Jodi Mahardi, mengungkapkan bahwa kebijakan tersebut masih dalam tahap kajian mendalam.
"Karena dunia maupun Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan yang akan berdampak pada ekonomi," terang Jodi.
Menurut Jodi, tantangan global seperti potensi dampak dari Presiden AS terpilih, Donald Trump, dan pelemahan ekonomi China, serta melemahnya daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah, menjadi pertimbangan penting dalam pengambilan keputusan.
Pemerintah, lanjutnya, tetap berkomitmen untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. (*)