Sekretaris Eksekutif Bidang Keadilan dan Perdamaian Persekutuan Gereja Indonesia (PGI) Pdt Henrek Lokra mengatakan pihaknya belum mendapat tawaran izin usaha tambang dari pemerintah. Meski begitu, bila suatu saat pihaknya ditawari izin usaha tambang, PGI akan tegas menolaknya.
Henrek menuturkan, ada sejumlah alasan PGI untuk tidak menerima tawaran izin usaha tambang dari pemerintah. Pertama, PGI mendukung green economy dan green growth atau pertumbuhan ekonomi hijau. Salah satunya, dengan dekarbonisasi energi maupun pengurangan bahan bakar fosil. Sementara dalam industri pertambangan, menurut Henrek, pemerintah belum bersungguh-sungguh mengimplementasikan hal tersebut.
"Belum ada cerita sukses tentang industri ekstraktif dan pengelolaannya yang membuat lingkungan lestari," ujar Henrek.
Henrek memberi contoh persoalan lubang tambang di Kalimantan yang jumlahnya ditengarai mencapai 1.100 lubang. Namun hingga kini, lubang bekas tambang itu tidak ditutup karena biayanya lebih mahal ketimbang biaya produksi.
Alasan berikutnya, Henrek melanjutkan, PGI menolak izin usaha tambang lantaran gereja-gereja di Indonesia sudah bersikap kritis terhadap kerusakan ekologi. Ia berujar, ada mandat pelayanan sosial ekologis, yakni memelihara melestarikan alam.
Selain itu, Henrek mengatakan, PGI menolak persoalan industri ekstraktif menjadi masalah penting yang diangkat dewan gereja sedunia. Ia berujar, model pembangunan dunia berbasis pertumbuhan ekonomi ekstratif tidak berkelanjutan dan justru memicu perubahan iklim.
Ketika hal itu terjadi, kata dia, masyarakat miskin, masyarakat ada, perempuan, anak-anak dan kelompok rentan lainnya menjadi pihak yang paling terdampak. Hal itu tidak sejalan dengan visi misi PGI yang selama ini mengadvokasi masyarakat adat dan kelompok-kelompok rentan.
"Itu alasannya, PGI tidak mau lari dari komitmen dan visi," kata Henrek. "Kalau kami terima ini, siapa lagi nanti yang mau membela masyarakat adat, masyarakat Penajam Paser Utara yang tergusur pembangunan IKN yang sangat luar biasa?"
Pemerintah memberi izin tambang kepada ormas keagamaan setelah Presiden Jokowi meneken PP Nomor 25 Tahun 2024. Beleid ini merupakan hasil revisi PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Sejauh ini, ormas keagamaan yang sudah menerima tawaran ini adalah Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama.
Ihwal izin tambang untuk ormas keagamaan, Jokowi mengatakan pemerintah menerbitkan peraturan tersebut usai menerima komplain dari masyarakat ketika datang ke pondok pesantren dan berdialog di masjid. “Banyak yang komplain ke saya, kenapa tambang hanya diberikan ke perusahaan besar. Kami pun kalau diberi konsensi, sanggup,” kata Jokowi usai meresmikan Kawasan Industri Terpadu (KIT) Batang, Jawa Tengah, Jumat, 26 Juli 2024, dikutip Tempo dari kanal YouTube Sekretariat Presiden.
Pemberian izin usaha tambang untuk ormas keagamaan, menurut Jokowi, juga dilakukan untuk mewujudkan pemerataan sekaligus keadilan ekonomi. Namun, pengelolaan tambang itu bukan berati dikelola langsung oleh ormas. Ia berujar, IUP dikelola badan usaha di bawah naungan ormas tersebut. Misalnya, koperasi, PT, atau CV.
Kepala negara juga mengklaim pemerintah tidak menunjuk atau mendorong ormas keagamaan untuk mengajukan izin tambang. Menurutnya, pemerintah hanya menyediakan peraturan. “Kalau memang berminat (mengelola tambang), regulasinya sudah ada,” kata eks Gubernur DKI Jakarta itu seperti dikutip dari tempo
PGI Sebut Tak akan Terima Izin Tambang: Potensial Berhadapan dengan Diri Sendiri
Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Gomar Gultom, mengatakan bahwa organisasinya tidak akan menerima tawaran wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK). Hal tersebut, kata dia, lantaran PGI sering kali mengadvokasi korban-korban tambang.
“Kalau kami ikut mengelola, potensial kami akan berhadapan dengan diri kami sendiri,” ujar Gomar Gultom saat dihubungi Tempo, 2 Agustus 2024.
Menurut Gomar, mengelola tambang merupakan hal yang sangat kompleks. Ia menyoroti implikasi pengelolaan tambang yang berdampak pada masalah lingkungan. Tak hanya itu Gomar Gultom juga memperhatikan hak-hak masyarakat adat yang kerap kali terdampak dari pengelolaan tambang. Daripada terlibat pada masalah-masalah tersebut, PGI memilih untuk fokus pada agenda pastoral.
“Kami tidak siap untuk terlibat dalam hal-hal semacam itu, di tengah agenda pastoral kami yang sudah sangat padat dan berat” kata Gomar.
Gomar Gultom mengatakan alasan-alasan PGI menolak tawaran mengelola tambang didasarkan pada pengkajian yang komperehensif dan mendalam. PGI menilai, pengelolaan tambang bukanlah ranahnya, PGI sebagai Organisasi Masayarakat (Ormas) Keagamaan berfokus membina umat dalam pertumbuhan imannya. “Itu bukan ranah pelayanan kami. Persoalan ini ada di luar mandat kami” ujar Gomar.
Sebelumnya pada akhir Mei 2024 lalu, Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 sebagai revisi dari Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Revisi peraturan tersebut kini memungkinkan ormas keagamaan mengelola tambang.***