
Repelita Jakarta - Pakar hukum tata negara Muhammad Rullyandi menilai pernyataan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan tidak ada pelanggaran etik dalam pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK berpotensi menyesatkan masyarakat luas.
Pernyataan resmi Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna pada 11 Desember 2025 dinilai mengabaikan fakta bahwa putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Nomor 604/G/2023/PTUN.JKT telah berkekuatan hukum tetap sejak 16 Desember 2024.
Putusan PTUN itu secara eksplisit membatalkan SK pengangkatan Suhartoyo dan memerintahkan pencabutan dokumen tersebut.
Menurut Rullyandi, sikap MKMK yang tetap menyatakan tidak ada pelanggaran etik justru merupakan bentuk pembangkangan terbuka terhadap putusan pengadilan yang sudah inkrah.
Ia menegaskan bahwa pernyataan Palguna tidak hanya keliru secara hukum, tetapi juga berbahaya karena dapat membentuk persepsi publik yang salah mengenai kewajiban menghormati putusan pengadilan.
Sebagai lembaga yang bertugas menjaga etika hakim konstitusi, MKMK seharusnya menjadi teladan dalam menaati putusan lembaga peradilan lain yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.
Rullyandi sebelumnya telah mengirimkan surat terbuka kepada Mahkamah Konstitusi pada 30 Desember 2024 untuk mempertanyakan keabsahan SK 8/2024 yang mengangkat Suhartoyo.
Ia menilai pernyataan MKMK saat ini justru memperparah ketidakpatuhan terhadap hukum acara yang berlaku.
Editor: 91224 R-ID Elok

