:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/mahfud-md-kapolri-dan-teddy.jpg)
Repelita Jakarta - Ahli hukum tata negara, Mahfud Md, menyatakan bahwa Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2025 yang membuka peluang bagi 17 posisi sipil diisi oleh personel Polri aktif, melanggar beberapa peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Pernyataan tersebut disampaikan Mahfud melalui kanal YouTube resmi miliknya, Mahfud Md Official.
"Bertentangan dengan dua undang-undang. Yaitu, pertama Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia. Di mana di dalam Pasal 28 ayat 3 disebutkan bahwa anggota Polri yang mau masuk ke jabatan sipil itu hanya boleh apabila minta berhenti atau pensiun dari dinas Polri," kata Mahfud pada Sabtu, 13 Desember 2025.
Ia menambahkan bahwa pandangan tersebut semakin diperkuat oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 114 Tahun 2025.
Selain itu, Perkap dimaksud juga dianggap bertabrakan dengan Pasal 19 ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara, yang mengharuskan pengisian jabatan sipil oleh anggota TNI atau Polri merujuk pada undang-undang induk institusi masing-masing.
Mahfud membandingkan dengan regulasi di tubuh TNI yang telah secara eksplisit mengatur 14 hingga 16 jabatan sipil yang boleh diduduki prajurit aktif.
Sebaliknya, Undang-Undang Kepolisian sama sekali tidak memuat ketentuan serupa mengenai jabatan sipil bagi anggota Polri.
"Dengan demikian, ketentuan Perkap itu kalau memang diperlukan, itu harus dimasukkan di dalam undang-undang. Tidak bisa hanya dengan sebuah Perkap jabatan sipil itu diatur," tegasnya.
Mahfud menolak pandangan bahwa status sipil Polri memungkinkan mereka bebas mengisi segala posisi sipil.
Ia memberikan contoh bahwa profesi sipil lainnya, mulai dari dokter hingga jaksa, juga memiliki pembatasan kompetensi sehingga tidak bisa saling menggantikan secara sembarangan.
"Jadi, dari sipil ke sipil pun ada pembatasannya. Nah, oleh sebab itu, saya kira harus diproporsionalkan. Agar asas legalitas tidak dipertentangkan dengan fakta-fakta keluarnya Perkap yang sudah dibuat oleh Bapak Kapolri," jelasnya.
Mahfud menegaskan opininya disampaikan murni sebagai pakar dan pengajar hukum tata negara, bukan mewakili posisinya sebagai anggota Komisi Percepatan Reformasi Polri.
Sementara itu, Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia menyatakan bahwa penugasan anggota aktif ke 17 jabatan di berbagai kementerian dan lembaga telah memiliki landasan hukum yang kuat.
Pernyataan ini dimaksudkan untuk menjawab sorotan masyarakat yang menilai Polri mengabaikan Putusan Mahkamah Konstitusi terkait jabatan di luar struktur kepolisian.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, menjelaskan bahwa pengalihan tugas personel Polri ke instansi pusat didasarkan pada regulasi yang berlaku.
“Polri pada pengalihan jabatan anggota Polri dari jabatan managerial/non managerial pada organisasi dan tata kerja Polri untuk dialihkan pada organisasi dan tata kerja K/L (instansi pusat tertentu) yaitu berdasarkan regulasi,” ujarnya di Jakarta pada Jumat, 12 Desember 2025.
Trunoyudo menambahkan bahwa ketentuan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian beserta penjelasannya tetap memiliki kekuatan hukum pasca putusan MK.
Berbagai aturan lain, seperti Undang-Undang Aparatur Sipil Negara serta Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, juga membuka kemungkinan pengisian jabatan tertentu oleh anggota Polri berdasarkan kompetensi.
Penetapan nama jabatan serta syaratnya dilakukan oleh pejabat pembina kepegawaian dengan persetujuan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Anggota Polri yang menempati posisi tersebut tidak dapat beralih status menjadi pegawai negeri sipil biasa.
Instansi yang membutuhkan personel Polri wajib mengajukan permohonan resmi kepada Kapolri dengan tembusan kepada menteri terkait dan Kepala Badan Kepegawaian Negara.
Aspek teknis lebih lanjut diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2025, yang mensyaratkan adanya permintaan resmi serta pemenuhan kompetensi dan rekam jejak yang baik dari personel yang ditugaskan.
“Proses pengalihan jabatan anggota Polri di K/L berdasarkan permintaan PPK,” kata Trunoyudo.
Polri juga menerapkan mekanisme untuk menghindari rangkap jabatan, dengan memutasi personel terkait dari posisi sebelumnya ke status perwira dalam rangka penugasan khusus.
Editor: 91224 R-ID Elok

