Oleh: Rina Syafri
Di tengah bencana yang melanda Sumatra dan Aceh—khususnya wilayah yang terisolasi dan sangat membutuhkan pertolongan cepat—muncul kebijakan yang mengejutkan publik: barang bantuan dari luar negeri tetap dikenai pajak impor.
Kabar ini memicu reaksi keras dari diaspora Indonesia yang selama ini aktif mengirimkan dukungan. Mereka mempertanyakan mengapa kebijakan yang menyangkut bantuan kemanusiaan tidak menunjukkan kepekaan terhadap situasi darurat yang sedang berlangsung.
Ketika Regulasi Tidak Menyentuh Realitas Lapangan
Dalam kondisi bencana, waktu adalah faktor penentu. Namun bantuan kemanusiaan justru harus melewati prosedur yang tidak adaptif, termasuk pungutan yang tidak relevan dengan keadaan luar biasa.
Tidak ada yang menolak pentingnya aturan, tetapi aturan yang tidak menyesuaikan situasi darurat berpotensi menghambat upaya penyelamatan.
Kritik Diaspora dan Kekecewaan Publik
Diaspora Indonesia yang ingin membantu merasa terhalang oleh kebijakan ini. Mereka menilai perlakuan terhadap bantuan kemanusiaan seharusnya berbeda dari barang umum, karena konteksnya adalah penyelamatan nyawa.
Kritik ini bukan ditujukan kepada individu mana pun, melainkan kepada mekanisme kebijakan yang dinilai belum cukup responsif terhadap kebutuhan lapangan.
Bencana Tidak Menunggu, Kebutuhan Rakyat Tidak Menunggu
Di wilayah yang terisolasi, masyarakat sedang berjuang untuk bertahan hidup. Mereka membutuhkan makanan, obat-obatan, pakaian, dan perlengkapan dasar—bukan hambatan administratif yang memperlambat bantuan.
Ketika bantuan tertahan, dampaknya bukan sekadar keterlambatan logistik, tetapi dapat langsung memengaruhi keselamatan warga.
Negara Perlu Menunjukkan Kepekaan
Kebijakan publik tidak hanya soal kepatuhan terhadap aturan, tetapi juga soal kepekaan terhadap penderitaan rakyat. Negara yang kuat adalah negara yang mampu menyesuaikan regulasi ketika situasi menuntutnya.
Bantuan kemanusiaan bukan komoditas; ia adalah wujud solidaritas dan harapan bagi mereka yang sedang menghadapi masa tersulit.
Penutup: Prioritas Harus Diperjelas
Publik tidak menuntut kesempurnaan. Publik hanya meminta negara hadir dengan empati, kecepatan, dan pemahaman terhadap kondisi darurat.
Ketika bantuan kemanusiaan terhambat oleh aturan yang tidak adaptif, kritik adalah konsekuensi yang tidak bisa dihindari.
Saatnya memastikan bahwa dalam situasi bencana, nyawa manusia menjadi prioritas utama—bukan formulir, bukan tarif, bukan prosedur.

