Repelita Jakarta - Pegiat media sosial Sutan Mangara Harahap menyoroti langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menangkap Gubernur Riau, Abdul Wahid.
Melalui akun X miliknya, @sutanmangara, pada Minggu (9/11/2025), Sutan mempertanyakan prosedur operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan lembaga antirasuah tersebut.
Ia menuliskan, “Menilik kasus OTT KPK di Riau, kirain OTT itu artinya uang di situ, transaksi di situ, tersangka pun di situ. Eh ternyata, di kasus ini uangnya di tempat lain, orangnya di tempat lain, beritanya bahkan muncul lebih dulu dari hasil pemeriksaan.”
Sutan kemudian menambahkan, “Kalau begitu, apa masih bisa disebut Operasi Tangkap Tangan? Atau jangan-jangan ini cuma Operasi Tangkap Narasi?”
Kritiknya muncul setelah KPK menetapkan Abdul Wahid sebagai tersangka kasus dugaan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau.
Dalam keterangan resminya, KPK menyebut Abdul Wahid diduga menerima jatah preman sebesar 2,5 persen dari proyek pembangunan jalan dan jembatan melalui Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (PUPRPKPP) Riau.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menjelaskan, sejak Mei 2025 anak buah Abdul Wahid sudah mengadakan pertemuan di salah satu kafe di Pekanbaru untuk membahas pemberian fee tersebut.
Besaran 2,5 persen itu bahkan disamakan dengan nilai zakat dalam ajaran Islam.
“Fee tersebut termasuk penambahan anggaran tahun 2025 yang dialokasikan kepada UPT jalan dan jembatan wilayah 1 sampai 6 di Dinas PUPRPKPP, yang semula Rp71,6 miliar menjadi Rp177,4 miliar,” kata Tanak di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (5/11/2025).
Menurut KPK, pihak Abdul Wahid juga sempat mengancam akan memutasi sejumlah pejabat jika tidak memenuhi permintaan setoran tersebut.
Anak buahnya bahkan meminta tambahan lima persen dari dana Rp106 miliar di Dinas PUPRPKPP.
Unggahan Sutan Mangara itu kemudian ramai dibahas warganet.
Banyak yang menilai pernyataannya mewakili keresahan publik terkait transparansi dan konsistensi prosedur OTT KPK.
@NasionalAgent menulis, “Dari keterangan di atas dapat kita simpulkan saat ini OTT Akan berubah menjadi Operasi Tangkap Pesanan (OTP).”
@bumihijauserut menulis, “Pertanyaan tajam! Jika unsur ‘tangan di tempat kejadian’ hilang, maka secara hukum, definisi OTT patut dipertanyakan. KPK harus menjaga integritas prosedural agar penegakan hukum tak berubah jadi panggung opini publik. Transparansi = kunci kepercayaan publik.”
Ustad Abdul Somad (UAS) juga turut bersuara dengan menunjukkan dukungannya kepada Abdul Wahid melalui akun Instagram-nya pada Selasa (4/11/2025).
UAS mengaku sudah lama mengenal Abdul Wahid dan ikut membantu dalam kampanye Pilkada Riau 2024.
Ia menilai Abdul Wahid adalah sosok yang berjuang dari bawah, seorang anak yatim asal Indragiri Hilir yang berhasil kuliah berkat kerja kerasnya sebagai kuli bangunan.
“Anak yatim. Di Simbar. Kampung di Indragiri Hilir. Dikirim ibunya mondok ke Canduang,” tulis UAS.
Menurut UAS, Abdul Wahid adalah sosok yang religius dan sederhana, yang ingin membangun Riau agar rakyatnya hidup lebih layak.
Ia menambahkan, “Laut politik dengan angin kencang, karang tajam, dipukul ombak dihempas gelombang. Sebagai sahabat, saya support dan mendoakan.”
UAS juga mengutip hadis riwayat At-Tirmidzi tentang takdir Allah yang tak dapat diubah oleh manusia, dan menegaskan tetap mendukung Abdul Wahid meski kini berstatus tersangka.
Sementara itu, Abdul Wahid sendiri merupakan Gubernur Riau periode 2025–2030 dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang sebelumnya menjabat sebagai anggota DPR RI periode 2019–2024.
Ia berasal dari Belaras, Kecamatan Mandah, Kabupaten Indragiri Hilir, dan menempuh pendidikan agama di Pondok Pesantren Ashhabul Yamin, Agam, sebelum melanjutkan ke UIN Suska Riau dan Universitas Riau.
Selain aktif di dunia politik, Abdul Wahid juga pernah menjabat Ketua Umum Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia (PTMSI) Riau serta menjadi pengurus PWNU dan DPW PKB Riau.
Kini, kasus dugaan korupsi yang menjeratnya masih terus diselidiki oleh KPK. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok

