
Repelita Doha - Hingga Rabu 10 September 2025 malam, pejabat Israel belum memberikan keterangan resmi terkait serangan udara ke Doha, Qatar sehari sebelumnya yang menargetkan pimpinan Hamas.
Pada jam-jam awal setelah serangan, media Israel melaporkan optimistis bahwa operasi berhasil dengan tewasnya beberapa petinggi Hamas.
Namun pada Rabu dini hari pukul 1:00 waktu setempat, media Arab, terutama Al Jazeera, mengonfirmasi bahwa para pemimpin Hamas berhasil selamat.
Korban tewas dan luka-luka berasal dari pengawal pribadi dan staf Hamas.
Beberapa media Arab yang kemudian dilansir Jerusalem Post mengungkap bahwa para pemimpin Hamas selamat karena meninggalkan telepon seluler di ruangan untuk menunaikan ibadah shalat Ashar saat serangan terjadi pukul 15:46 waktu Doha.
Media Israel berspekulasi bahwa serangan udara menggunakan munisi dengan daya ledak terbatas, bukan bom besar, sehingga pimpinan Hamas berhasil selamat.
Rudal dengan eksplosivitas lebih rendah digunakan untuk meminimalkan korban sipil Qatar.
Bocoran informasi di media Israel menyebut Kepala Staf IDF Letnan Jenderal Eyal Zamir awalnya menentang serangan, namun tetap memerintahkan anak buahnya menjalankan operasi setelah keputusan kabinet.
Pelaksana tugas Shin Bet berinisial S mendukung keputusan kabinet Netanyahu.
Direktur Mossad David Barnea dilaporkan menentang operasi dan lebih memilih jalur negosiasi untuk membebaskan sandera Israel daripada serangan terhadap negosiator Hamas.
Barnea memandang Qatar memiliki dampak positif terhadap negosiasi Israel-Hamas berdasarkan pengalaman pembebasan sandera pada November 2023 dan Januari 2025.
Keberhasilan pimpinan Hamas selamat juga disebut berkat peringatan intelijen dari Turki dan Mesir, menurut Wall Street Journal 8 September 2025.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memberikan otorisasi serangan setelah laporan dari pemimpin militer bahwa sasaran dapat ditembak.
Sedikitnya sepuluh jet tempur melepaskan munisi dari luar ruang udara Qatar mengenai gedung rapat pimpinan Hamas.
Pertemuan itu membahas proposal gencatan senjata Gaza dari Amerika Serikat melalui utusan Steve Witkoff.
Pemimpin Hamas Khalil al-Hayya dan Zaher Jabarin hadir dan selamat dari serangan.
Gedung Putih diinformasikan beberapa menit setelah jet tempur dikirim, tetapi tidak diberi tahu titik target serangan.
Presiden Donald Trump mengekspresikan ketidaksenangan atas serangan dan lokasi targetnya.
Trump mengadakan panggilan emosional dengan Netanyahu pada 9 September 2025 menyampaikan frustrasi atas keputusan menyerang pimpinan Hamas di Qatar.
Trump menilai serangan Israel tidak bijaksana karena seolah-olah dilancarkan dari pangkalan AS dan menyerang wilayah sekutu AS yang memediasi negosiasi gencatan senjata.
Netanyahu menyatakan ia memanfaatkan waktu singkat untuk melancarkan serangan, namun tidak dapat memastikan hasilnya saat ditanya Trump.
Frustrasi Trump meningkat karena Netanyahu mengambil langkah agresif tanpa masukan AS yang bertentangan dengan tujuan Timur Tengah AS.
Qatar mengevaluasi kemitraan keamanan dengan AS usai serangan Israel ke Doha pada 9 September 2025, menurut Axios 11 September 2025.
Perdana Menteri Qatar Mohammad bin Abdulrahman bin Jassim Al-Thani menilai serangan Israel sebagai tindakan pengkhianatan terhadap Washington.
Al-Thani menyatakan Doha akan melakukan evaluasi mendalam atas kemitraan keamanan dengan AS dan mungkin mencari mitra lain.
Qatar menyiapkan respons regional terhadap serangan Israel melalui konsultasi dengan mitra Arab dan Islam.
Doha akan menjadi tuan rumah pertemuan puncak Arab-Islam untuk memutuskan langkah terhadap serangan Israel.
Al-Thani menegaskan kemarahan Qatar dan menyebut serangan Israel sebagai teror negara.
Ia menuduh Netanyahu menghancurkan harapan sandera di Gaza dan menghalangi gencatan senjata.
Netanyahu dianggap melanggar setiap hukum internasional.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

