Repelita Jakarta - Silfester Matutina mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK) pada Selasa, 5 Agustus 2025, setelah enam tahun berstatus terpidana tanpa pernah menjalani eksekusi hukuman.
Kasus ini bermula dari putusan kasasi yang memperberat hukuman penjara Silfester menjadi satu tahun enam bulan terkait fitnah dan ujaran kebencian terhadap Jusuf Kalla, mantan Wakil Presiden.
Meski statusnya sebagai terpidana sudah inkrah sejak 2019, Silfester belum juga ditangkap dan dieksekusi oleh aparat penegak hukum.
Ironisnya, Menteri BUMN Erick Thohir bahkan mengangkatnya sebagai Komisaris di salah satu perusahaan pelat merah, meskipun hal ini menuai sorotan publik.
Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia, Islah Bahrawi, menyoroti sikap Kejaksaan yang dinilai tidak berani menegakkan putusan terhadap Silfester.
Dalam unggahan media sosial pada Rabu, 13 Agustus 2025, Islah mengkritik Kejaksaan yang sering memamerkan penanganan perkara besar, namun tidak memiliki keberanian menindak terpidana kasus yang tergolong sederhana ini.
"Seringkali Konpers, mengungkap perkara ratusan triliun dan pamer barang bukti bertumpuk-tumpuk. Kesannya epik!," tulis Islah.
Ia menambahkan, "Sementara mengeksekusi seorang terpidana kelas receh yang putusannya sudah inkrah sejak 6 tahun lalu saja sama sekali ndak punya nyali!."
Kritik ini memicu reaksi dari warganet yang menyatakan keprihatinan terhadap ketidakadilan hukum di negeri ini.
"Parahhhhhhh dan mirisss hukum di negeri sendiri tidak pernah tuntas, kalau tanah dipakai rakyat untuk makan langsung eksekusi… @prabowo @Gerindra," tulis salah satu komentar.
Komentar lain menyinggung dugaan adanya upaya mencari celah hukum untuk menghindari eksekusi terhadap Silfester.
"Sedang cari2 celah hukum supaya bisa tidak dieksekusi kalee?," tulis netizen lainnya.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai konsistensi dan keberanian penegak hukum dalam menjalankan kewajibannya di Indonesia.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

