
Repelita Jakarta - Media Israel the Jerusalem Post melalui artikel terbarunya memuji langkah Indonesia yang dinilai berhasil memperbarui kurikulum pembelajaran nasional ke arah yang lebih terbuka dan toleran.
Dalam laporan yang diterbitkan pada 1 Agustus 2025, media tersebut mengutip hasil penilaian IMPACT-se, lembaga riset dan kebijakan pendidikan internasional yang memantau perubahan pada buku-buku teks dalam Kurikulum Merdeka.
Penelitian itu menyebutkan bahwa materi pembelajaran Indonesia kini dianggap lebih inklusif, terutama terkait sikap terhadap Yahudi, Israel, dan kelompok minoritas.
Dalam studi tersebut, IMPACT-se menganalisis lebih dari empat puluh buku teks humaniora dari edisi terbaru dan membandingkannya dengan versi lama, lalu menilai bahwa kontennya kini lebih sejalan dengan prinsip toleransi UNESCO.
Marcus Sheff, CEO IMPACT-se, menyebut buku teks Indonesia kini menunjukkan arah perubahan yang patut diapresiasi karena menekankan nilai-nilai toleransi dan perdamaian.
Sheff juga menjelaskan bahwa banyak materi pengajaran yang dulunya mengandung stereotip negatif tentang Yahudi dan Israel, kini dihapus dan diganti dengan pendekatan lebih netral.
Beberapa bagian buku bahkan secara eksplisit menempatkan kaum Yahudi sebagai bagian dari “Ahli Kitab” yang diakui kesetaraannya.
Buku teks ini juga memuat narasi sejarah seperti Piagam Madinah sebagai contoh hubungan damai Nabi Muhammad dengan kaum Yahudi, sekaligus menekankan pentingnya hidup berdampingan secara damai antarumat beragama.
Dalam pelajaran agama Kristen, disebutkan juga bahwa Yesus digambarkan sebagai tokoh Yahudi dan umat Yahudi tidak lagi disalahkan secara kolektif atas penyaliban.
Penekanan lain yang diapresiasi adalah penghapusan penggambaran orang Yahudi dengan stereotip negatif seperti rakus, penipu, atau licik, yang sebelumnya muncul dalam sejumlah buku teks lama.
Laporan IMPACT-se turut mencatat bahwa topik Holocaust hanya disinggung sekilas di buku Kelas 12 sebagai pelanggaran HAM berat akibat kebencian Nazi terhadap Yahudi, tanpa detail mendalam.
Isu konflik Israel-Palestina pun disebut mulai jarang muncul dalam narasi buku teks, digantikan dengan ajakan untuk memahami jihad sebagai upaya membangun kebaikan tanpa kekerasan.
Sebuah buku Kelas 10, misalnya, menekankan jihad bukan semata perlawanan bersenjata, melainkan usaha menjaga akhlak, mencegah keburukan, dan menghormati non-Muslim.
Keseluruhan perubahan ini dinilai the Jerusalem Post sebagai salah satu bentuk langkah maju yang patut dicatat dalam dunia pendidikan, terutama di tengah situasi Timur Tengah yang sarat ketegangan.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

