
Repelita Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap adanya dugaan kesepakatan tersembunyi dalam pengalokasian dan penyaluran dana Corporate Social Responsibility (CSR) milik Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang berujung pada tindak pidana korupsi.
Dana CSR yang seharusnya digunakan untuk kepentingan sosial justru dikorupsi untuk membiayai pembangunan rumah makan, showroom, pembelian kendaraan, hingga ditempatkan dalam bentuk deposito.
Dua anggota DPR RI periode 2019-2024 yang duduk di Komisi XI telah resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
Keduanya adalah Heri Gunawan dari Partai Gerindra dan Satori dari Partai Nasdem.
KPK menjelaskan bahwa selama pembahasan anggaran CSR BI dan OJK di DPR, terdapat pemberian kuota kegiatan CSR kepada anggota dewan.
Bank Indonesia memberikan kuota sebanyak 10 kegiatan per tahun, sedangkan OJK menyediakan antara 18 hingga 24 kegiatan per tahun.
Dana tersebut disalurkan melalui yayasan yang dikelola langsung oleh para anggota DPR tersebut.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan KPK, Asep Guntur Rahayu, menyampaikan bahwa penyidikan terhadap kasus ini sudah berjalan sejak Desember 2024.
Ia menegaskan pihaknya telah mengantongi setidaknya dua alat bukti yang sah untuk menetapkan keduanya sebagai tersangka.
Hasil penyidikan menunjukkan, selama periode 2020-2023 kedua tersangka menerima total Rp28,38 miliar dari program CSR BI dan OJK.
Heri Gunawan diduga memakai dana sebesar Rp15,86 miliar untuk membangun rumah makan, membeli tanah, dan kendaraan.
Sementara Satori diduga menggunakan Rp12,52 miliar untuk deposito, showroom, serta aset pribadi lainnya.
Keduanya dijerat dengan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Mereka juga disangkakan melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Asep Guntur Rahayu menambahkan, perkara ini bermula dari laporan masyarakat dan Laporan Hasil Analisis dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Berdasarkan informasi tersebut, KPK melakukan penyelidikan dan menemukan adanya indikasi kuat tindak pidana.
Modus yang digunakan melibatkan pembentukan Panitia Kerja di Komisi XI DPR untuk membahas anggaran BI dan OJK.
Dalam forum itu kemudian muncul kesepakatan terselubung yang mengatur pembagian kuota dana CSR.
Ironisnya, penyaluran dana CSR tidak digunakan sesuai dengan proposal yang diajukan.
Penetapan status tersangka kepada Heri Gunawan dan Satori telah dituangkan dalam Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Nomor 52 dan 53.
“CSR BI, apakah Sprindik untuk dua tersangka ini sudah ada? Jawabannya sudah,” kata Asep pada Rabu (6/8). (*)
Editor: 91224 R-ID Elok

