Repelita Bandung - Syafril Sjofyan menyampaikan pandangannya mengenai kontroversi ijazah Presiden Jokowi melalui tulisan yang dipublikasikan pada 17 Agustus 2025.
Syafril menyoroti cara Jokowi menyembunyikan ijazahnya dan mengadukan orang-orang yang menelusuri ijazah tersebut ke Polda, yang dinilai dapat menimbulkan kontroversi dan memecah persatuan masyarakat.
Ia menjelaskan bahwa sejak empat tahun lalu Jokowi tidak transparan terhadap ijazahnya, padahal dalam kasus pidana Bambang Tri dan Gusnur, yang baru saja mendapat amnesti dari Presiden Prabowo, seharusnya Jokowi menampilkan ijazahnya agar persoalan tidak berlarut hingga saat ini.
Syafril menekankan bahwa menyembunyikan ijazah sebagai pejabat publik menimbulkan pertanyaan serius terkait transparansi dan kejujuran, karena masyarakat memiliki hak untuk mengetahui latar belakang pendidikan pemimpinnya.
Ia menambahkan bahwa langkah Jokowi mengadukan aktivis dan akademisi yang mencari tahu ijazahnya ke Polda Metro menimbulkan kesan bahwa ada sesuatu yang disembunyikan, padahal ia dapat dengan mudah memperlihatkan ijazahnya untuk mengembalikan kepercayaan publik dan memulihkan nama baiknya jika terbukti asli.
Syafril menegaskan bahwa cara sederhana tersebut tidak dilakukan oleh Jokowi, melainkan memanfaatkan POLRI, yang dianggap terjadi karena privilege sebagai mantan Presiden, hubungan dekat Kapolri, serta jabatan anaknya Gibran sebagai Wakil Presiden.
Ia menilai hal ini tidak boleh terjadi karena POLRI seharusnya menerapkan azas keadilan bagi semua, namun kenyataannya aduan masyarakat melalui TPUA tanpa dasar hukum yang kuat dihentikan begitu saja oleh Bareskrim.
Syafril menyebutkan bahwa aduan Jokowi terhadap aktivis dan akademisi justru diproses cepat tanpa memastikan keaslian ijazah, kemungkinan karena intervensi terhadap penyidik Polda Metro, dengan penyatuan kasus pidana aduan dan pidana umum serta perberatan pasal melalui UU ITE pasal 32 dan 35.
Ia menekankan bahwa langkah ini menimbulkan kesan kriminalisasi terhadap pihak yang mempertanyakan keaslian ijazah Jokowi dan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum Polri.
Menurut Syafril, kasus ijazah Jokowi telah menjadi isu nasional bahkan internasional karena pemberitaan media luas, sehingga menimbulkan perpecahan di tengah masyarakat, terlebih melibatkan relawan dan buzzer yang menimbulkan heboh ujaran pecah belah tanpa argumentasi ilmiah.
Ia mengapresiasi langkah Presiden Prabowo yang menekankan persatuan pada pidato kenegaraan 80 Tahun Kemerdekaan Indonesia di Gedung MPR RI, namun menilai bahwa persatuan tanpa usaha konkret hanya menjadi slogan tanpa hasil nyata, di mana salah satu unsur penting adalah penegakan hukum yang adil.
Syafril menegaskan bahwa penegakan hukum yang adil dapat membangun kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan lembaga hukum, mengurangi konflik, meningkatkan kesadaran hukum, membangun kesetaraan, serta menghilangkan kriminalisasi terhadap aktivis dan akademisi.
Ia menekankan bahwa langkah nyata Presiden Prabowo sebaiknya mendorong Jokowi memperlihatkan ijazahnya kepada masyarakat dan menghentikan kasus di Polda Metro agar persatuan masyarakat tidak terganggu.
Syafril juga menyarankan agar Presiden Prabowo mengganti Kapolri dan unsur lain di institusi kepolisian yang terbukti melanggar azas keadilan, serta mengusut tuntas para pendengung atau buzzer yang menimbulkan perpecahan, sebagaimana pernah diingatkan oleh Presiden kelima Megawati kepada Presiden Prabowo.
Ia menambahkan bahwa Jaksa Agung harus mengeksekusi Silfester secara hukum yang sudah inkrah, karena kegagalan selama enam tahun terakhir telah merusak marwah institusi Kejaksaan dan menodai penegakan hukum yang adil.
Syafril menegaskan bahwa penegakan hukum yang adil merupakan unsur penting dalam membangun dan memelihara persatuan masyarakat, sehingga melalui langkah-langkah tersebut persatuan dapat menjadi nyata dan memberikan dampak positif bagi masyarakat.
Dirgahayu HUT RI ke-80.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok.

