Repelita Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi periode 2015-2019, Saut Situmorang, menegaskan keyakinannya bahwa kasus korupsi importasi gula kristal mentah yang menjerat mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong sarat dengan unsur kriminalisasi.
Ia menyoroti fakta bahwa kebijakan serupa juga pernah diambil oleh beberapa menteri lain, tetapi hanya Tom yang berujung di meja hijau.
Menurut Saut, hal ini mengindikasikan adanya motif politik di balik proses hukum tersebut.
“Ada lima menteri melakukan hal yang sama, dengan catatan Indonesia tidak pernah kelebihan gula, dengan catatan kalau harga tidak turun, anda juga dihukum, kan salah satu omongannya, hakim tuh bilang setelah diimpor harga tidak turun, nah anda dihukum karena harga tidak turun, itu menjadi aneh,” kata Saut dalam siniar bersama Akbar Faizal yang dikutip pada Selasa 22 Juli 2025.
Ia menegaskan bahwa hanya Tom Lembong yang dijerat kasus meski kebijakan serupa juga diterapkan oleh menteri lain.
Saut menilai, posisi Tom sebagai Co-Captain Tim Pemenangan Nasional Anies Baswedan di Pilpres 2024 menjadi salah satu alasan di balik kriminalisasi ini.
Menurutnya, residu politik pasca pemilu masih berdampak pada banyak tokoh.
“Naif juga kalau kita bilang ini tidak, yang kita sebut sebagai adanya persoalan-persoalan residu dalam pilpres yang kemarin, naif banget kalau kita katakan tidak ada,” ucap Saut.
Saut kemudian mengungkap pengalamannya saat masih menjabat pimpinan KPK.
Saat itu, Tom Lembong pernah datang meminta dukungan untuk tetap menjaga integritasnya di tengah tekanan politik.
Saut mengingat kalimat yang diucapkan Tom Lembong di ruang KPK waktu itu.
“Saya kalau dari perspektif personal mungkin ini, karena memang beberapa saat sebelum beliau diberhentikan, Thomas Lembong ada datang ke KPK yang bicara tentang bagaimana dia harus minta bantuan untuk menjaga integritasnya, yang akhirnya keluar kalimat dia waktu itu yang saya ingat persis: jahat benar orang itu, Pak Saut,” ungkapnya.
Bagi Saut, putusan pengadilan kali ini menjadi contoh nyata kriminalisasi kebijakan yang berbahaya bagi para pejabat publik.
Ia menegaskan, jika hal semacam ini dibiarkan, maka akan semakin sulit bagi birokrat untuk membuat keputusan strategis tanpa dibayang-bayangi risiko pidana.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis 4 tahun 6 bulan penjara kepada Tom Lembong.
Ia juga diwajibkan membayar denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan.
Hukuman ini lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung yang menuntut tujuh tahun penjara. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok