
Repelita Jakarta - Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Maman Abdurrahman merespons munculnya surat berkop Kementerian UMKM yang menyebutkan adanya kunjungan istrinya ke sejumlah negara.
Surat tersebut ramai diperbincangkan di media sosial karena mencantumkan keterangan ‘Kunjungan Istri Menteri UMKM Republik Indonesia’.
“Saya mau cek dulu,” ujar Maman melalui pesan singkat pada Kamis, 3 Juli 2025.
Dalam surat yang beredar luas, tercantum nama Agustina Hastarini, yang disebut akan melakukan perjalanan ke tujuh kota dalam kegiatan bertajuk misi budaya.
Perjalanan tersebut dijadwalkan berlangsung selama 14 hari, sejak 30 Juni hingga 14 Juli 2025.
Kota-kota yang masuk dalam agenda kunjungan meliputi Istanbul, Pomorie, Sofia, Amsterdam, Brussels, Paris, Lucerne, dan Milan.
Surat itu juga mencantumkan permintaan kepada perwakilan Kedutaan Besar Indonesia di negara-negara tujuan untuk memberikan pendampingan selama lawatan berlangsung.
Direktur Keadilan Fiskal Center of Economic and Law Studies (Celios), Media Wahyudi Askar, memberikan pandangannya terkait surat tersebut.
Ia menyebut bahwa surat perjalanan dinas yang ditandatangani oleh seorang menteri merupakan bagian dari dokumen resmi negara.
“Asasnya, hanya boleh diberikan kepada pejabat negara atau aparatur sipil negara aktif,” kata Askar pada Kamis, 3 Juli 2025.
Ia menekankan bahwa seseorang yang melakukan perjalanan dinas harus memiliki tanggung jawab langsung dalam pelaksanaan tugas negara.
Askar menjelaskan bahwa Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 60 memuat ketentuan mengenai pemberian fasilitas kepada pasangan pejabat negara.
Namun, menurutnya, perjalanan yang tidak memiliki urgensi atau tujuan yang jelas berpotensi menimbulkan masalah penggunaan fasilitas negara secara tidak sah.
Askar menilai, apabila tidak ada justifikasi yang kuat terhadap aktivitas dalam surat tersebut, maka praktik tersebut bisa dikategorikan sebagai bentuk nepotisme terselubung.
“Anggaran yang tak memiliki justifikasi kinerja sah justru mengarah pada inefisiensi dan penyalahgunaan wewenang,” ucapnya. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok

