Repelita Solo - Muhammad Taufiq menyatakan akan mengajukan banding atas putusan Majelis Hakim yang menggugurkan gugatannya terkait ijazah Presiden ke-7 RI Joko Widodo.
Ia menyampaikan keberatan atas keputusan hakim Putu Gde Hariadi bersama dua hakim anggota lainnya yang menolak gugatan yang diajukan atas nama Tim Ijazah Palsu Usaha Gakpunya Malu.
Dalam putusan sela yang dibacakan, hakim menyatakan bahwa Pengadilan Negeri tidak berwenang memeriksa perkara tersebut.
Hakim mengabulkan eksepsi kompetensi absolut dari Joko Widodo, SMAN 6 Solo, KPU Solo, dan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Menyatakan Pengadilan Negeri tidak berwenang mengadili perkara ini.
Menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 506.000.
Majelis hakim menilai perkara ini termasuk ranah pidana atau sengketa Tata Usaha Negara karena menyangkut pencalonan pejabat publik.
Hakim juga mempertanyakan legal standing Muhammad Taufiq yang tidak memiliki hubungan langsung dengan proses pemilu yang disengketakan.
Menanggapi putusan ini, Taufiq menegaskan tidak akan menyerah dan akan menempuh upaya hukum lebih lanjut.
Saya masih memiliki waktu 14 hari.
Saya akan ajukan banding dan tentu nanti juga akan berlanjut ya.
Ia menilai keputusan ini tidak mencerminkan kemenangan pihak tergugat.
Jadi ini bukan disebut kemenangan, tapi saya mengatakan ternyata hakim itu masih di bawah bayang-bayang ketakutan.
Hakim itu masih menyimpan perutnya itu dengan rasa takut dan itu sudah kami prediksi tadi pagi.
Taufiq menyebut akan menyiapkan gugatan citizen lawsuit untuk melawan eksepsi yang telah dikabulkan.
Kita akan ajukan itu gugatan citizen lawsuit.
Jadi ini bukan kiamat, tapi ini justru membuktikan kepada kita kalau hakim daerah itu belum pintar, belum berani.
Sementara itu, kuasa hukum Jokowi, YB Irpan, menyatakan bahwa putusan sela tersebut telah sesuai dengan eksepsi yang mereka ajukan.
Menurutnya, objek sengketa merupakan tanggung jawab lembaga pemerintahan dan tidak menjadi ranah Pengadilan Negeri.
Oleh karena itu, KPU, SMAN 6 Solo, dan UGM ini merupakan lembaga pemerintahan.
Objek yang disengketakan ini merupakan sengketa pemerintah.
Irpan menjelaskan bahwa berdasarkan aturan, perkara seperti ini harus diperiksa di Pengadilan Tata Usaha Negara.
Yang berwenang mengadili atas perkara tersebut adalah Pengadilan Tata Usaha Negara.
Artinya, para tergugat dalam gugatan tersebut berpendapat bahwa Pengadilan Negeri Solo tidak berwenang untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara ini.
Ia menambahkan bahwa dengan dikabulkannya eksepsi kompetensi absolut, maka pokok perkara tidak akan diperiksa.
Dalam amarnya, mengabulkan kompetensi absolut para tergugat, maka berakhirlah pemeriksaan pokok perkara.
Ketua KPU Solo, Yustinus Arya Artheswara, juga menyambut baik putusan tersebut.
Ia menyatakan bahwa KPU sebagai lembaga negara tidak bisa diadili di Pengadilan Negeri.
Karena kami mengajukan kompetensi absolut yang intinya itu kami sebagai KPU kan adalah lembaga negara.
Jadi untuk perbuatan melawan hukum yang dilakukan lembaga negara itu yang berwenang adalah Peradilan Tata Usaha Negara.
Ia menyampaikan rasa syukur karena sidang tidak dilanjutkan ke pokok perkara.
Alhamdulillah diterima.
Jadi untuk perkara ini tidak lanjut ke pokok perkara.
Jadi sudah selesai sampai di sini.
Kecuali nanti penggugat mengajukan banding, ya kita ikuti.
Muhammad Taufiq sendiri merupakan advokat senior asal Surakarta.
Ia menyandang gelar Doktor Ilmu Hukum dari Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Pernah menjabat Ketua DPC PERADI Surakarta periode 2007–2011.
Ia mengikuti program Corporate Governance di Jepang dan pelatihan hukum lingkungan di Tiongkok.
Taufiq juga aktif dalam advokasi kasus struktural dan sempat tampil dalam program televisi nasional.
Selain itu, ia telah menulis beberapa buku hukum yang bersifat kritis dan edukatif. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok.

